Jumat, Agustus 14, 2009

Mendudukkan Legalitas Jilbab

“Perempuan memang harus berhias,
bukan berarti harus tabarruj (membuka aurat)”
~Syeikh Muhammd al-Ghazali~

Salah satu isu yang sering dilontarkan oleh Barat-sekular adalah kedudukan jilbÉb dalam Islam. Menurut mereka, jilbab adalah satu sistem yang dibuat oleh Islam. JilbÉb ini belum ada di Jazirah Arabia, tidak pula di tempat yang lain sebelum datang dakwah Muhammad (al-da‘wah al-muhammadiyyah). Kata perempuan ber-jilbÉb (al-mar’ah al-muÍajjabah) bagi mereka identik dengan wanita Muslimah. Atau, seperti perempuan Turki, yang mereka kira sebagai representasi wanita-wanita Muslim, sebagaimana yang mereka temukan di era kekhalifahan saat itu.

Memang, salah satu pandangan Barat-sekular negatif-pejoratif adalah mengenai posisi jilbÉb Muslimah. Menurut mereka, itu adalah “belenggu” kebebasan. Tujuannya adalah untuk merusak kepribadian wanita Muslimah. Mereka berkeinginan menjadikan “jilbÉb” sebagai simbol agama, seperti salib dalam agama Kristen, bintang David dan topi dalam agama Yahudi, dlsb. Kasus Perancis, beberapa waktu silam, yang melarang Muslimah memakai jilbab adalah bukti nyata kebencian Barat-sekular terhadap kewajiban agama orang lain. . Di sini, kebebasan bagi orang lain untuk konsisten dengan ajaran agamanya tidak berlaku. Padahal Perancis mengklaim dirinya sebagai “ibu kebebasan”.

Di Indonesia, masalah jilbab ini masih (terus) menjadi diskusi yang cukup hangat. Para feminis Muslim, misalnya, giat mengasong dan mengusung pemikiran bahwa jilbÉb tidak wajib. Hanya anjuran saja. Anehnya, ide ini diusung oleh seorang Prof. Dr bahkan “Hj”. (Hajjah). Karena menurutnya, konsep negara Islam tidak melulu potong tangan, merajam pezina atau menyuruh Muslimah mengenakan jilbÉb (The concept of an Islamic country is not merely about cutting criminals’ hands off, stoning adulterers or the obligation for women to wear jilbab).

Lebih dari itu, feminis ini pun menyatakan: “I personally think jilbab is a fashion statement. You may wear it if you’re comfortable, or if you believe it’s part of your religion. But it doesn’t concern other people. It’s your personal choice and matter.” Jadi menurutnya, jilbÉb hanya sekadar fashion. Yang merasa nyaman mengenakan jilbÉb dan merasa itu bagian dari agama, silahkan pakai. Jadi tidak boleh memaksa orang lain untuk mengenakannya, karena itu merupakan pilihan pribadi.
Dalam Islam, jilbÉb bukan simbol agama, melainkan aturan agama Allah yang diwajibkan oleh-Nya kepada setiap Muslimah untuk menggapai ridha Tuhannya. Orang yang mengingkarinya adalah mengundang murka dan azab-Nya. Dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,…”
Oleh karenanya, negara Islam mewajibkan setiap Muslimah untuk mengenakan jilbab untuk memenuhi perintah Allah s.w.t. Sementara negara sekular, membiarkan setiap Muslimah untuk bebas mengenakan apa saja.

Ada satu riwayat menarik tentang jilbÉb ini. Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dari Nabhan, mawla (hamba yang sudah dimerdekakan) Ummu Salmah, bahwa ketika Ibn Ummi Maktum datang, Nabi s.a.w. menyuruh Ummu Salmah dan MaymËnah untuk mengenakan jilbÉb. Beliau berkata kepada mereka, “Ihtajiba” (pakailah jilbab) kalian! Mereka kemudian berkata kepada Rasulullah, “Dia kan buta”! Rasulullah kemudian menjawab, “Tapi kalian tidak buta bukan?” Dalam riwayat lain, Rasulullah menyuruh FÉÏimah binti Qais mengenakan jilab di rumah Ummu Syuraik. Kemudian, Rasulullah menyuruhnya untuk pindah ke rumah Ibn Ummi Maktum, karena rumah Ummu Syuraik banyak orang keluar-masuk. Maka, banyak yang melihatnya. sedangkan di rumah Ibn Ummi MaktËm tidak akan dilihat oleh siapapun.

Mengenai Qs. 24: 31 di atas, Imam al-Qurtubi mengutip hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari bahwa ketika ayat tersebut turun, ‘A’isyah berkata, “Allah merahmati kaum Muslimah yang hijrah (muhÉjirÉt) yang awal, karena ketika Qs. 24: 31 (wa’lyadribna bikhumurihinna ‘ala juyubihinna), mereka menyobek kain mereka dan menutup kepala mereka dengannya.”

Memanjangkan jilbab sampai menutup dada merupakan konsep Islam dalam menyelisih cara berpakaian perempuan jahiliyah. Dimana mereka tidak menutup rambutnya. Artinya, Muslimah mana pun, yang tidak mengenakan jilbÉb adalah kembali ke masa jahiliyah. Dia tidak lagi dianggap sebagai wanita modern. Karena Islam sudah memodernkan wanita Muslimah dengan konsep berpakaian Islami, salah satunya jilbab.

Dengan melihat pendapat para ulama di atas, maka keliru besar jika ada pendapat yang menyatakan bahwa mengenakan jilbÉb merupakan “pilihan”. Apalagi jika jilbab hanya diangap sebagai fashion. Hanya untuk bergaya dan sebagai mode tak bernyawa. JilbÉb dalam Islam adalah “kewajiban” yang tidak bisa ditawar-tawar. Dan memang, hanya Muslimah yang mengerta arti “kehormatan diri” yang terketuk hatinya untuk memenuhi panggilan Tuhannya, untuk mengenakan jilbab ini. Jika tidak, dia lebih suka untuk mengubar aurat kepada orang-orang yang tidak berhak untuk melihat dan ‘menikmati’ mahkotanya tersebut. Padahal, dalam agama Yahudi saja jilbab hukumnya wajib. Dalam Kitab Yesaya 3: 16-23 disebutkan:

“16Moreover the LORD saith, Because the daughters of Zion are haughty, and walk with stretched forth necks and wanton eyes, walking and mincing as they go, and making a tinkling with their feet: 17Therefore the Lord will smite with a scab the crown of the head of the daughters of Zion, and the LORD will discover their secret parts. 18In that day the Lord will take away the bravery of their tinkling ornaments about their feet, and their cauls, and their round tires like the moon, 19The chains, and the bracelets, and the mufflers, 20The bonnets, and the ornaments of the legs, and the headbands, and the tablets, and the earrings, 21The rings, and nose jewels, 22The changeable suits of apparel, and the mantles, and the wimples, and the crisping pins, 23The glasses, and the fine linen, and the hoods, and the vails.”

Artinya, buda ber-jilbab bukan hanya ada dalam Islam. Agama-agama sebelum Islam, khususnya Yahudi dan Kristen, benar-benar menghargai aurat perempuan. Oleh karenanya, aneh jika umat yang lain malah banyak yang memojokkan Islam ketika para Muslimahnya ingin konsisten melaksanakan ajaran Tuhannya. Lebih aneh lagi, seorang Muslimah malah menyerang jilbab, yang notabene pakaian kehormatannya.
Terakhir, penulis akan menutup tulisan ini dengan sebuah sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imām Muslim (206-261 H) dalam kitab Sahih-nya:

“Ada dua golongan manusia yang menjadi ahli neraka. Aku belum melihatnya sekarang. Pertama, kaum yang membawa cemeti (cambuk) seperti ekor sapi. Mereka memukul manusia dengan menggunakan cemeti tersebut. Kedua, para wanita yang “berpakaian” tapi ‘telanjang’. Sukanya berlenggang-lenggok. Rambut mereka seperti punuk onta (maksudnya ‘beranggul’). Mereka ini tidak akan masuk ke dalam surga, bahkan mencium baunya pun tidak. Padahal, bau surga itu sudah tercium dari jarak sekian dan sekian.”

Hanya orang yang bertakwa yang mampu mencerna pesan Sang Nabi. Dan hanya orang yang berpikir jernih yang qalbunya tak mampu menolak titah Ilahi. Fa‘tabiru ya uli al-abshar!

Referensi:


1. ‘AbbÉs MaÍmËd al-‘AqqÉd, al-Mar’ah fÊ al-Qur’Én, (Cairo: NaÍÌah MiÎr, cet. II, 2005), hlm. 57.
2. Lebih luas, lihat Syaikh KhÉlid al-Sa‘d (penyusun), KhuÏab al-Syaikh al-QaraÌÉwÊ, (Cairo: Maktabah Wahbah, cet. I, 1418 H/1998 M), 2: 195, 197, 199.
http://www.thejakartapost.com/news/2004/10/03/gender-expert-musdah-speaks-within-reason.html (diakses pada hari Rabu, 31 Juni 2009).
3. Qs. Al-NËr [24]: 31.
Yusuf al-QaraÌÉwÊ, al-IslÉm ×aÌÉrah al-Ghad, (Cairo: Maktabah Wahbah, cet. I, 1416 H/1995 M), hlm. 198-199.
4. Lihat, AbË ‘Abd AllÉh MuÍammad ibn AÍmad ibn AbË Bakr al-QurÏubÊ (w. 671 H), al-JÉmi‘ li AÍkÉm al-Qur’Én, taÍqÊq: Dr. ‘Abd AllÉh ibn ‘Abd al-MuÍsin al-TurkÊ, (Beirut-Lebanon: Mu’assasah al-RisÉlah, cet. I, 1427 H/2006), 15: 211.
5. Ibid.
6. Ibid., 15: 212.
7. Ibid., 15: 215. Bandingkan dengan ‘ImÉd al-DÊn AbË al-FidÉ’ IsmÉ‘Êl ibn KatsÊr al-DimasyqÊ (w. 774 H), TafsÊr al-Qur’Én al-‘AÐÊm, taÍqÊq: MuÎÏafÉ al-Sayyid MuÍammad, MuÍammad FaÌl al-‘AjamÉwÊ, MuÍammad al-Sayyid RasyÉd, ‘AlÊ AÍmad ‘Abd al-BÉqÊ dan ×asan ‘AbbÉs QuÏb, (Cairo-Giza: Mu’assah QarÏabah & Maktabah AwlÉd al-Syaikh li al-TurÉts, cet. I, 1421 H/2000), 10: 219-220.
8. Secara khusus, akan penulis ulas dalam sub “Ayat-Ayat JilbÉb”. Dengan harapan dapat memberikan penjelasan lebih rinci dan detil tentang masalah jilÉb, kerudung (khimÉr) dan ÍijÉb. WallÉhu a‘lamu bi al-ÎawÉb.
9. Kitab Yesaya 3: 16-23. Dikutip dari King James Version dalam bentuk elektronik. Holy Bible King James Version ini diterjemahkan oleh satu panitia resmi yang diketuai oleh Lancelot Andrewes, berdasarkan usaha William Tyndale pada tahun 1526. Versi King James ini disempurnakan pada tahun 1611 M. Dalam terjemahan Indonesianya, ayat itu berbunyi demikian: “3:16 TUHAN berfirman: Oleh karena wanita Sion telah menjadi sombong dan telah berjalan dengan jenjang leher dan dengan main mata, berjalan dengan dibuat-buat langkahnya dan gemerencing dengan giring-giring kakinya, 3:17 maka Tuhan akan membuat batu kepala wanita Sion penuh kudis dan TUHAN akan mencukur rambut sebelah dahi mereka. 3:18 Pada waktu itu Tuhan akan menjauhkan segala perhiasan mereka: gelang-gelang kaki, jamang-jamang dan bulan-bulanan;
3:19 perhiasan-perhiasan telinga, pontoh-pontoh dan kerudung-kerudung; 3:20 perhiasan-perhiasan kepala, gelang-gelang rantai kaki, tali-tali pinggang, tempat-tempat wewangian dan jimat-jimat; 3:21 cincin meterai dan anting-anting hidung; 3:22 pakaian-pakaian pesta, jubah-jubah, selendang-selendang dan pundi-pundi; 3:23 cermin-cermin, baju-baju dalam dari kain lenan, ikat-ikat kepala dan baju-baju luar.” Lihat, Alkitab Elektronik, Alkitab Terjemahan Baru @ 1974, Lembaga Alkitab Indonesia. Bandingkan juga dengan LAI (1965), Alkitab, Kitab Nabi Jesaja 3: 16-23, hlm. 729-730.
10. AbË al-×usain Muslim ibn al-×ajjÉj al-QusyairÊ al-NaisÉbËrÊ, ØaÍÊÍ Muslim, KitÉb: al-LibÉs wa al-ZÊnah, BÉb: al-NisÉ’ al-KÉsiyÉt al-‘ÓriyÉt al-MÉ’ilÉt al-MumÊlÉt, no. hadits: 125- (2128), (RiyÉÌ: DÉr Ùaibah li al-Nasyr wa al-TawzÊ‘, cet. I, 1427 H/2006 M), hlm. 1021.

 

<<Kembali ke posting terbaru

"BERPIKIRLAH SEJAK ANDA BANGUN TIDUR" (Harun Yahya)