Ibn Hazm al-Andalusi dan Taurat Yahudi
Ibn
×azm al-AndalusÊ dan TaurÉt Yahudi:
Satu
Pandangan Kritis
Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi
Al-FÉtiÍah
Ibn ×azm
al-AndalusÊ dikenal luas oleh dunia Islam sebagai seorang ulama yang
multidisipliner, pemikir par excellence, dan ensiklopedik. Pikiran-pikirannya
menjadi rujukan banyak orang, sehingga menjadikannya sebagai pemikir dan ÑÉlim
besar dari Andalusia. Keluasan ilmunya diakui oleh ulama zamannya, baik
pendukung maupun pengkritiknya. Ibn ×ayyÉn, misalnya, salah seorang
pendukungnya mengakui bahwa Ibn ×azm itu “ibarat laut yang tak dapat dikotori
oleh banyaknya ember yang masuk ke dalamnya”.[1] Dalam
bidang syair, misalnya, menyatakan bahwa Ibn ×azm adalah orang terpenting
diantara para penyair Andalusia yang hidup di masa keterpurukan khilÉfah.[2]
Ringkasnya, Ibn ×azm merupakan “tokoh peradaban Islam”.[3] Dan salah bukti kedalaman ilmunya adalah
penguasaannya secara mendalam akan ilmu perbandingan agama (muqÉranat
al-adyÉn)[4],
khususnya mengenai agama Yahudi.
Konsentrasinya terhadap agama Yahudi
inilah yang akan penulis eksplorasi dalam tulisan ini. Mengenai bagaimana
detailnya pemikiran Ibn ×azm dalam memandang agama Yahudi: apakah ia merupakan
agama yang benar? Bagaimana kitab sucinya? Apakah masih mengandung kebenaran
atau tidak? Apakah layak ia disebut sebagai Firman Allah atau tidak? Akan coba penulis
jawab dalam tulisan ini. Berikut adalah ulasan mengenai itu semua dan akan
dibahas di dalamnya empat hal penting: pertama, sketsa hidup Ibn
×azm berikut wisata rihlah ilmiah yang dilalui dan digelutinya, kedua,
buah karya sang imam, dan ketiga, pandangannya terhadap agama
Yahudi berikut TaurÉtnya.[5]
Dan keempat, penutup.
Sketsa
Hidup Sang Imam
Pada
bagian ini akan diterangkan dua poin penting dari kehidupan Ibn ×azm. Pertama,
sketsa kehidupan dan kedua, wisata ilmiah yang dilaluinya.
Berikut ulasannya.
a.
Kehidupan
Sang Imam
Nama
lengkapnya ÑAlÊ ibn AÍmad ibn SaÑÊd ibn ×azm ibn GhÉlib ibn ØÉliÍ ibn SufyÉn
ibn YazÊd. Kunyah (julukan)nya AbË MuÍammad, yang dia ungkapkan sendiri
dalam berbagai bukunya. Namun ia dikenal luas dengan Ibn ×azm.[6]
Namun demikian, Ibn ×azm memiliki banyak julukan, seperti: al-ImÉm al-AwÍad (“Imam
Tunggal”), al-×ÉfiÐ, al-ÑÓlim (“Jenius dan Pintar”), dan NaÎir
al-DÊn (“Pembela Agama”).[7]
Dan menurut Prof. D. K. Betrof, Ibn ×azm adalah seorang filsuf, teolog,
sejarawan, dan ilmuan-etik yang memiliki peninggalan agung mengenai sejarah
negerinya seperti yang tertuang dalam karyanya Ùawq al-×amÉmah.[8]
Mengenai
tanggal kelahirannya, Syekh AbË Zahrah menyatakan bahwa tidak ada seorang ÑÉlim
pun, kecuali tanggal lahirnya tak dapat diketahui secara pasti. Karena –
rata-rata – mereka dilahirkan tak dikenal dan wafat dalam keadaan terkenal. Sehingga,
mayoritas mereka hanya diketahui tahun wafatnya saja. Kecuali Ibn ×azm. Dia
mencatat secara detail hari, tanggal, bulan, dan tahun kelahirannya. Hal ini
dia kuatkan dengan surat yang dikirimkannya kepada al-QÉÌÊ ØÉÑid ibn
AÍmad al-JiyÉnÊ al-AndalusÊ (w. 562 H).[9] Dalam
surat tersebut dijelaskan bahwa ia dilahirkan di hari terakhir bulan RamaÌÉn 384
H, malam hari. Tepatnya, dia dilahirkan setelah fajar, sebelum terbitnya
matahari. Hal ini menjelaskan bahwa keluarganya memiliki perhatian terhadap
kelahiran anggota keluarganya. Sehingga Ibn ×azm dengan mudah bisa menerangkan
hari dan tanggal kelahirannya secara detail. Selain hal itu menerangkan
peradaban Andalusia dan perhatian masyarakatnya terhadap tanggal kelahiran
mereka.[10] Tempat
kelahirannya adalah Cordova[11],
sebelah timur Andalusia.
Ia
lahir dan hidup dalam keluarga dan rumah yang mulia dan terhormat (bayt
Ñizzin wa syarafin wa majdnin). Nasab terjauh dari keluarga Ibn ×azm
menjadi persilangan pendapat para sejarawan. Apakah kemuliaannya berasal dari
asal yang jauh? Apakah nasabnya berasal dari Arab-Islam? Tampaknya, mayoritas
sejarawan sepakat bahwa Ibn ×azm berasal dari etnik Arab-Islam, yaitu
bersambung ke masa ÑUmar ibn al-KhaÏÏÉb. Karena kakeknya yang paling jauh,
yaitu YazÊd, adalah seorang budak yang dimerdekakan (mawlÉ) oleh YazÊd
ibn ibn AbÊ SufyÉn ibn ×arb al-UmawÊ yang dikenal dengan “YazÊd al-Khayr”
yang memeluk Islam pada FatÍ Makkah (Hari Pembebasan Kota Mekah). Kemudian AbË
Bakr mengangkatnya sebagai salah seorang pemimpin empat pasukan yang dikirim
untuk membebaskan kota SyÉm, yang menuju ke Damascus.[12]
Ayahnya
seorang menteri era al-×Éjib al-ManÎËr dan dikenal sebagai seorang ÑÉlim.
Hal ini diterangkan oleh Ibn BisykawÉl:
“Seorang ahli ilmu, etika, dan kebaikan. Dia juga
memiliki kedalaman pengetahuan dalam al-BalÉghah (Paramasastra).
Pelbagai kemuliaan ini lah yang mengantarkan ayah Ibn ×azm sebagai menteri yang
dipilih langsung oleh Ibn AbÊ ÑÓmir: yang dikenal sebagai orang yang mendalam
hikmahnya dan disegani oleh orang banyak.”[13]
Ibn
×azm adalah sosok penuntut ilmu sejati. Dimana ia mencari ilmu bukan demi uang
atau kehormatan, melainkan untuk merengkuh cahaya (nËr).[14]
Hal ini dibuktikan dengan perdebatan yang terjadi antara dia dengan al-BÉjÊ,
yang memberikan syarÍ (penjelasan) terhadap kitab al-MuwaÏÏa’.
Al-BÉjÊ berkata kepadanya:
“Dalam menuntut ilmu, obsesiku
lebih besar darimu. Karena engkau memiliki berbagai kemudahan untuk
mendapatkannya. Engkau bangun di malam hari dengan diterangi lentera emas,
sementara aku bangun malam menggunakan lilin.”
Ibn
×azm kemudian membalas:
“Pandangan itu sebenarnya lebih
tepat untuk menohokmu, bukan untuk memuliakanmu. Karena dalam keadaan seperti
itu engkau menuntut ilmu, dalam memiliki tujuan untuk mengubah keadaanmu
seperti keadaanku. Sementara aku menuntut ilmu dalam keadaan yang engkau ketahui
dan yang engkau sebutkan itu. Aku menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan derajat
ilmu yang tinggi di dunia dan di akhirat.”[15]
Memang, Ibn ×azm menuntut ilmu bukan untuk mencari
kemewahan, popularitas, maupun jabatan. Melainkan didasarkan pada keikhlasan,
keimanan yang mendalam mengenai nilai ilmu dan pengaruhnya dalam mengubah
manusia dan memberikan manfaat kepada mereka. Karena, memang, kehidupan yang
baik kebanyakan membawa nafsu untuk berlebihan dalam mencari kenikmatan dan
kesenangan. Sebagai ganti dari hidup “serba apa-adanya” dalam menuntut ilmu dan
sabar dalam menghasilkannya. Namun, bagi orang-orang berakal dan pecinta ilmu pengetahuan,
limpahan materi merupakan sekadar “pembantu” ilmu dan penolong dalam
menghasilkannya.[16]
Maka,
sejak dini Ibn ×azm sudah menghafal Al-Qur’an, melalui jiran dan keluarga
dekatnya, yang kesemuanya adalah perempuan. Karena dia tidak mengenal laki-laki
kecuali setelah beranjak dewasa. Bukan hanya itu, dari para wanita itu dia
belajar syair dan khat (kaligrafi).[17]
Meskipun begitu, guru pertamanya adalah bapaknya sendiri. Dia kemudian bersama AbË
al-×usayn ibn ÑAlÊ al-FÉrisÊ belajar di majelis ilmu AbË al-QÉsim ÑAbd
al-RaÍmÉn ibn Zayd al-AzdÊ, yang dia panggil sebagai “syekh kami” dan “guruku”
(syaikhunÉ wa ustÉdzÊ). Lewat gurunya ini lah dia mengenal arti
perbuatan jahat dan maksiat. Gurunya ini wafat dalam perjalanannya ke Mekah dalam
rangka menunaikan ibadah haji.
Dari
sana, Ibn ×azm telah “menyingkap” kehidupan pribadinya yang sangat mewah. Hanya
saja, dia dapat menjaga kehormatannya dirinya. Apalagi dia banyak dididik oleh
para wanita, yang terbukti sangat concern terhadap perkembangan awal
keilmuannya. Disamping kontrol orang-tuanya yang sangat perhatian terhadap
pertumbuhan dirinya. Dan tentunya, kehebatan murÉqabah terhadap dirinya
menjadikannya sosok seorang ÑÉlim yang istiqÉmah. Hal ini dibuktikan
dengan kedekatannya dengan para ulama – untuk mengaji ilmu-ilmu Islam.[18]
Namun
ternyata, kemewahan yang dinikmatinya – karena ayahnya seorang menteri – tidak
berlangsung lama. Karena pada usianya ke-15 tahun, dia merasakan getirnya
kehidupan. Di usianya itu, HisyÉm al-Mu’ayyad berkuasa, sehingga beliau dan
keluarganya mengalami “pencekalan” dan pembuangan. Fitnah pun menyebar hingga
ayahnya wafat. Peristiwa itu beliau catat dengan sangat rinci: setelah shalat
ÑAÎr, hari Sabtu, bulan DzulqaÑdah, tahun 402 H.[19] Setelah
peristiwa getir ini, gelombang fitnah ternyata tidak mereda, malah merebak kemana-mana.
Hal ini memaksa dirinya terpaksa meninggalkan Cordoba dan pergi ke Almeria.[20]
Hal
itu semua merupakan pelajaran yang sarat makna: yang menguatkan kepribadiannya
kelak. Karena “kenikmatan-mutlak” terkadang tidak memberikan apa-apa kepada
pemiliknya. Kehidupan bisa saja semakin buruk, karena tidak merasakan letihnya
bekerja dan lelahnya hidup berjuang, tidak merasakan nikmatnya kucuran
keringat, dan kerasnya serangan musuh. Sehingga, tidak dapat dirasakan
manis-getirnya kehidupan. Warna-warni itu lah yang dirasakan oleh Ibn ×azm
al-AndalusÊ.[21]
b.
Wisata
Ilmiah Sang Imam
Meskipun
Ibn ×azm hidup di dalam istana kerajaan, namun tak menutup dirinya untuk
membuka “jendela” ilmu pengetahuan. Tentunya, ini tidak terlepas dari kehidupan
yang dilakoninya. Dimana di masanya sedang terjadi kebangkitan ilmu dan kebangkitan
pemikiran (al-naÍÌah al-fikrÊ). Dan jika diringkas, suasana ilmiah pada
masanya adalah sebagai berikut:
1.
Perhatian para
penguasa UmawÊ terhadap ilmu. Hal ini tampak jelas pada: (a) pemuliaan terhadap
para ulama dan memberikan harta kepada mereka. Ini menjadikan mereka lebih
leluasa untuk pergi ke Andalusia dalam menyebarkan ilmu pengetahuan; (b) meluasnya
gerakan terjemah, terutama terhadap buku-buku berbahasa Yunani. Lalu muncullah
para filsuf Muslim di Andalusia, seperti: Ibn Rusyd[22]
dan Ibn BÉjjah.[23]
Dan tokoh-tokoh ini memberikan pengaruh besar terhadap karya Ibn ×azm dalam tulisannya
mengenai retorika (al-khiÏÉbah), logika (al-manÏiq), dan dalam
berdialog dengan berbagai aliran (al-firaq); (c) merebaknya pendirian
perpustakaan dan memperbanyak literatur di berbagai daerah kerajaan. Hal ini
memicu lahirnya berbagai diskusi ilmiah; (d) munculnya pembuatan kertas di
Andalusia, terutama di kota ShaÏibah (Shativa).
2.
Hal-hal di atas
membuahkan ilmu,melahirkan banyak ulama, dan menelurkan banyak karya. Diantara
para ulama yang lahir adalah: AbË al-WalÊd al-FaraÌÊ (w. 403 H), Ibn ÑAbd
al-Barr (w. 463 H), AbË al-WalÊd al-BÉjÊ (w. 474 H), Ibn ÑAÏiyyah (w. 541 H),
Ibn Rusyd, dan Ibn ×azm: yang memperkaya perpustakaan ilmu dengan karya-karyanya
yang beragam.
3.
Perhatian keluarga
yang ada di Andalusia untuk mengumpulkan buku berdasarkan tujuan mereka yang
berbeda-beda. Ada yang mengoleksinya untuk hiasan lemari, ada yang
mengumpulkannya untuk dibaca, dikritik, dan diedit. Dan diantara keluarga yang
melakukan hal itu adalah keluarga Ibn ×azm sendiri.
4.
Adanya perpustakaan
yang dibangun oleh ÑAbd al-RaÍmÉn al-NÉÎir, yang berkuasa selama 50 tahun. Perpustakaan
ini menyimpan sekian banyak buku dan Ibn ×azm telah menelaah buku-buku
tersebut. Perpustakaan ini bertahan hingga terjadi fitnah (kerusuhan) di Cordova
tahun 399 H hingga tahun 403 H.
5.
Adanya benturan (al-ÎirÉÑ)
antara umat Islam dan agama-agama lain di Andalusia, yang membidani lahirnya
gerakan pemikiran (al-Íarakah al-fikriyyah).
6.
Gerakan ilmiah di
Andalusia tidak dipengaruhi oleh kedatangan raja-raja kelompok kecil.
Sebaliknya, mereka malah mengikuti metode raja-raja UmawiyyÊn hingga bangkitlah
sastra (al-adab) dan sains (al-Ñilm) di zaman mereka. Dan
akhirnya, lahirlah berbagai karya dalam sastra dan sains tersebut.[24]
Maka
tidak heran jika kemudian kondisi di atas sangat berpengaruh kepada diri Ibn
×azm dalam menuntut ilmu. Dan wisata ilmiahnya dimulai dengan menghafal
bait-bait syair, menghafal Al-Qur’an, kaligrafi dan menulis. Dan ini semuanya
beliau peroleh dari guru-guru wanita.[25] Guru
pertama – secara formal – Ibn ×azm adalah Ibn al-JasËr.[26]
Dan beliau menuntut ilmu kepada Ibn al-JasËr sebelum tahun 400-an. Artinya,
sebelum genap 16 tahun, beliau sudah mulai menuntut ilmu. Plus, beliau
diberi kemudahan dalam menuntut ilmu karena kecerdasan dan kejeniusannya.
Memorinya sangat kuat dan kekuatan nalarnya menyala-nyala.
Pada
mulanya, beliau belajar fiqh menurut mazhab Imam MÉlik: sebagai mazhab fiqh
mayoritas masyarakat Andalusia saat itu. Kemudian beliau menguasai fiqh dalam
mazhab Imam SyÉfiÑÊ. Meskipun akhirnya beliau kembali ke mazhab ahl al-ÐÉhir
(tekstualis, literalis). Dan perbedaan pandangan antara beliau dan ulama di
zamannya disinyalir sebagai penyebab adanya tuduhan tak baik kepadanya.
Sehingga masyarakat awam dilarang untuk mendatanginya – untuk menuntut ilmu_pen.
Hanya saja, beliau tak ambil pusing dan terus menulis karyanya dan
mengajarkannya di kampung halamannya hingga wafat. Hal itu menjadikan namanya
harum dan dianggap sebagai salah seorang ulama tersohor.[27]
Dalam
menuntut Imam Ibn ×azm berbeda dengan imam-imam lainnya: yang mayoritas
melakukan riÍlah (perjalanan) meninggalkan kampung halamannya. Seperti
yang dilakukan, misalnya, oleh Imam al-SyÉfiÑÊ, Imam AÍmad ibn ×anbal, Imam
Muslim, Imam Ibn al-JawzÊ, Imam Ibn Taimiyyah, atau Imam Ibn Qayyim
al-Jawziyyah dan yang lainnya. Karena beliau hanya melakukan “wisata ilmiah” di
Andalusia: dari sebelah timur hingga barat. Dan mayoritas wisata ilmiah ini
beliau lakukan dalam keadaan terpaksa, karena memang harus dilakukan. Dan jika
dilihat secara rinci, wisata ilmiahnya dapat dilihat sebagai berikut:
1.
Dari timur Cordova
hingga baratnya, tahun 399 H.
2.
Dari Cordova ke
Almeria, tahun 404 H. Pada perjalanan tahun ini lah beliau menulis bukunya al-Radd
ÑalÉ Ibn al-Nughraylah.
3.
Dari Almeria ke
istana al-×iÎn, tahun 407 H.
4.
Dari al-×iÎn ke
Valencia, tahun 408 H.
5.
Dari Valencia kembali
ke Cordova, tahun 409 H.
6.
Dari Cordova ke
ShÉÏibah, tahun 417 H. Untuk berapa lama beliau tinggal di ShÉÏibah yang
menjadikannya sempat menulis Ùawq al-×amÉh[28], al-TaqrÊb
li ×add al-ManÏiq, dan sebagian kecil dari al-FaÎl.
7.
Wisata ke Benteng
al-Bunt, tahun 421 H. Kali ini beliau menulis FaÌÉ’il ÑUlamÉ’ al-Andalus.
8.
Ke pulau Mayorca,
tahun 421 H. Pada wisata ini, beliau dipertemukan dengan seorang muridnya yang
terkenal al-×umaydÊ.[29]
Dan pada wisata kali ini pula beliau bertemu dengan AbË al-WalÊd al-BÉjÊ, yang
akhirnya mereka banyak melakukan perdebatan.
9.
Melakukan
perjalanan ke DÉniyah (tahun tak diketahui).
10. Ke
Sevilla, tahun 422 H.
11. Dari
Sevilla, beliau pergi perkampungan Lablah, di Manta LÊsham. Di sanalah beliau
menetap: menulis dan menyebarkan ilmunya hingga wafat.[30]
Dan
tentunya, keluasan ilmu yang dimilikinya bukan sekadar hasil atau oleh-oleh
dari wisata ilmiah yang dilakukannya. Melainkan beliau memiliki sekian banyak
guru yang menjadi sumber ilmu-pengetahuannya. Diantara guru-gurunya adalah:
1.
AbË MuÍammad
al-RahwanÊ ibn YËsuf ibn NÉmÊ.
3.
AbË al-QÉsim ÑAbd
al-RaÍmÉn ibn AbÊ YazÊd al-MiÎrÊ.
4.
AbË ÑUmar AÍmad ibn
MuÍammad ibn al-JasËr.
5.
MuÍammad ibn
al-×asan al-MadzÍajÊ al-QurÏubÊ, dikenal dengan Ibn al-KanÉnÊ.
Dan
tentunya, guru beliau masih banyak lagi. Apa yang disebutkan hanya sekadar
menyebut contoh. Oleh karenanya DalÉl dalam disertasinya yang berjudul ÓrÉ
al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr[33] menyebutkan
bahwa guru beliau sebanyak 26 orang. Itu pun beliau sebutkan selain
guru-gurunya yang telah disebutkan oleh orang lain yang berjumlah 48 orang.
Maka amat wajar, wisata ilmiah dan banyaknya guru menjadikan Ibn ×azm seorang ‘Élim
yang banyak melahirkan karya, seperti yang akan kita lihat dalam pembahasan
berikut.
Buah
Pena Ibn ×azm
Ibn
×azm adalah sosok ‘Élim yang memiliki kedalaman ilmu. Hal ini, seperti
disinggung sebelumnya, dibuktikan dengan banyaknya gelar dan karya yang
ditulisnya. Bahkan, menurut Syekh MuÍammad AbË Zahrah, sejarah belum mengenal
seorang ÑÉlim berbagai cabang ilmu, seperti yang melekat pada diri Ibn
×azm. Beliau adalah seorang penulis yang sastrawan. Memiliki karya yang
mendalam dalam filsafat dan logika. Beliau tergolong seorang ÑÉlim yang
berani. Bahkan, berani menyalahkan Aristoteles dalam logikanya. Maka, beliau
pun berjalan di atas metode logikanya sendiri, yang berbeda dengan logika
Aristoteles. Dan beliau adalah seorang sejarawan yang handal, yang dibuktikan
lewat karyanya al-AnsÉb.[34]
Dan
hal di atas, beliau buktikan lewat berbagai karyanya yang beragam, seperti yang
dapat dilihat berikut ini:
2.
IbÏÉl al-QiyÉs wa
al-Ra’yi wa al-IstiÍsÉn wa al-TaqlÊd.
3.
al-IttiÎÉl.
4.
al-IÍkÉm fÊ UÎËl
al-AÍkÉm.
5.
al-AkhlÉq wa
al-Siyar.
6.
al-IstiqÎÉ’.
7.
AsmÉ’ al-ØaÍÉbah
wa al-RuwÉh wa Likullin Minhum min al-AÍÉdÊts.
8.
AsmÉ’ AllÉh
al-×usnÉ.
9.
Al-UÎËl wa
al-FurËÑ.
10. IÐhÉr TabdÊl al-YahËd wa al-NaÎÉrÉ li al-TawrÉh wa
al-InjÊl wa BayÉn mÉ Bi’aydÊhim min DzÉlika MimmÉ lÉ YaÍtamil al-Ta’wÊl.
11. Al-ImÉmah wa al-SiyÉsah.
12. Al-ÔÎÉl ilÉ Fahm KitÉb al-KhiÎÉl al-JÉmiÑah li
MuÍaÎÎil SyarÉ’iÑ al-IslÉm fÊ al-WÉjib wa al-×alÉl wa al-×arÉm.
13. Al-BayÉn Ñan ×aqÊqat al-ÔmÉn.
14. Al-TaÍqÊq fÊ Naqd ZakariyyÉ al-RÉzÊ fÊ KitÉbihi
al-ÑIlm al-IlÉhÊ.
15. Al-TaqrÊb li ×udËd al-ManÏiq.
16. Al-TalkhÊÎ li WujËd al-TakhlÊÎ.
17. TanwÊr al-QiyÉs.
18. Al-TawfÊq ilÉ SyÉriÑ al-NajÉh bi IkhtiÎÉr al-ÙarÊq.
19. Al-JÉmiÑ fÊ ØaÍÊÍ al-×adÊts bi IkhtiÎÉr al-AsÉnÊd.
20. Jamharat al-AnsÉb.
21. Al-Durrah: FÊ TadqÊq al-KalÉm FÊmÉ Yalzamu al-InsÉn
IÑtiqÉduhu, wa al-Qawl fÊ al-Millah wa al-NiÍlah bi IkhtiÎÉr wa BayÉn.
22. Ùawq al-×amÉmah.
23. Al-Radd ÑalÉ Ibn al-Nughraylah,
di-taÍqÊq oleh Dr. IÍsÉn ÑAbbÉs.
24. Al-MuÍallÉ, di-taÍqÊq
oleh Syekh AÍmad SyÉkir, ÑAbd al-RaÍmÉn al-JuzayrÊ, kemudian disempurnakan oleh
MuÍammad MunÊr al-DimasyqÊ dalam 11 jilid tahun 1957 M.
26. Al-ImÉmah al-ØugrÉ.
27. Al-TÉrÊkh al-ØaghÊr fÊ AkhbÉr al-Andalus.
28. DaÑwat al-Milal fÊ AbyÉt al-Matsal.
29. Al-Radd ÑalÉ al-ÙaÍÉwÊ fÊ al-IstiÍsÉn.
30. Al-Radd ÑalÉ Man QÉla: Inna TartÊb al-Suwar Laysa min ÑIndi
AllÉh, Bal Huwa FiÑl al-ØaÍÉbah.
31. RisÉlat al-TalkhÊÎ fÊ TakhlÊÎ al-DuÑÉ’.
32. RisÉlah fÊ al-NisÉ’.
33. RiwÉyat AbÉn ibn YazÊd al-ÑAÏÏÉr Ñan ÑÓÎim fÊ
al-QirÉ’Ét.
34. Al-ÑÓnis fÊ ØadamÉt.
35. Al-QirÉ’Ét.
Karyanya
yang begitu banyak sejatinya mengindikasikan bahwa beliau adalah seorang ÑÉlim
yang jenius. Karena beliau dianugerahi memori yang kuat oleh Allah. Dalam
masalah hadits, misalnya, beliau sudah termasuk seorang ÍÉfiÐ.[38] Dan
keluasan ilmunya itu beliau jadikan sebagai media dakwah. Termasuk ketika
beliau berbicara mengenai agama orang lain, khususnya Yahudi, beliau tetap
menampilkan kebenaran agama Islam. Sebagaimana akan kita ketahui pada
pembahasan berikut.
Pandangan
Ibn ×azm terhadap Yahudi
Pandangan
Ibn ×azm terhadap agama-agama lain, khususnya Yahudi merefleksikan posisinya
sebagai seorang ÑÉlim yang dialektis (jadalÊ). Dan, memang,
mayoritas sejarawan pemikiran Islam menggolongkannya kepada “Ahl al-Jadal” (“Pakar
Dialektika/Debat”). Hal ini, misalnya, diungkapkan oleh salah seorang sejarawan
asal Andalusia, AbË MarwÉn ibn ×ayyÉn sebagai berikut[39]:
ولهذا
الشيخ أبـى محمد مع يهود لعنهم الله، ومع غيرهم
من أولى المذاهب المرفوضة من أهل الإسلام، مجالس محفوظة، وأخبار مكتوبة. وله مصنفات
فى ذلك معروفة من أشهرها فى علم الجدل كتابه "الفصل بين أهل الآراء والنحل"،
وكتاب "الصادع والرادع على من كفر أهل التأويل من فرق المسلمين"، وكتاب "الرد
على من قال بالتقليد...إلخ.
“Dan Syekh AbË MuÍammad bersama dengan Yahudi yang
dilaknat oleh Allah dan sekte-sekte Islam yang ditolak memiliki kisah
perdebatan yang terjaga (terdokumentasikan) dan kisah-kisah tertulis. Dalam
mengenai ini (dialektika_pen.) beliau memiliki banyak karya, yang paling
penting adalah al-FaÎl bayna Ahl al-ÓrÉ’ wa al-NiÍal, al-ØÉdÑ wa al-RÉdiÑ
ÑalÉ Man Kaffara Ahl al-Ta’wÊl min Firaq al-MuslimÊn, dan al-Radd ÑalÉ
Man QÉla bi al-TaqlÊd.”
Namun
demikian, dalam berdialektika, Ibn ×azm tidak melakukan konsep gebyah uyah
alias generalisasi. Karena menurutnya, dialektika (debat dan dialog) memiliki
etika dalam Al-Qur’an. Karena memang ada dialektika yang baik (dipuji) dan
diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an.[40]
bukan hanya itu, Ibn ×azm memiliki alasan lain mengapa harus “mengkritik” agama
Yahudi berikut ajaran dan keyakinannya. Ibn ×azm hidup di masa Yahudi sudah
menduduki berbagai posisi penting-strategis dalam pemerintahan Islam. Ini tak
terlepas dari tingginya nilai toleransi dalam Islam itu sendiri (samÉÍat
al-IslÉm). Dan diantara tokoh-pentolan Yahudi yang menikmati posisi itu
adalah “IsmÉÑÊl ibn al-Nughraylah al-YahËdÊ”.[41]
Padahal, Ibn al-Nughraylah adalah salah seorang Yahudi yang “dimarjinalkan” di
Andalusia. Namun dengan berbagai tipu-muslihatnya, ia berhasil meyakinkan
pemerintah Islam dan membuat mereka takjub. Sampai akhirnya bisa menjadi
perdana menteri BÉdÊs. Karena posisinya ini dia berhasil menjadi remote
control negara, bahkan sama-sama mengatur jalannya pemerintahan. Akhirnya,
Ibn Nughraylah berhasil mengutak-atik “Si Sultan” dan menempatkan orang-orang
Yahudi pada posisi penting dalam administrasi dan keuangan, sehingga
orang-orang ini mendapat kehormatan dan akhirnya meminggirkan umat Islam.
Anehnya,
para penguasa Muslim ketika itu menolak untuk memberikan “batasan” terhadap
kebodohan yang yang mereka lakukan. Itu karena kelemahan dan kerusakan mereka
sendiri, sehingga sibuk minum-minuman dan foya-foya, meninggalkan tradisi yang
berlaku, seperti melindungi kaum perempuan, bahkan sudah tak peduli dengan
urusan Islam. Akhirnya, kondisi ini menyulut kemarahan orang banyak. Maka,
tidak mengherankan jika kemudian Ibn ×azm membawa “senjata-pemikiran” (silÉÍ
al-fikr) untuk membela agamanya. Namun sebelumnya dia benar-benar
mempersiapkan diri, dengan cara membaca TawrÉt dengan penuh-kesadaran. Setiap
teks dia baca dan digali maksud yang ada di sebaliknya dan memahami maknanya.
Dan sepertinya, Ibn ×azm tidak hanya memiliki satu naskah TawrÉt yang sudah diterjemahkan.
Karena dia selalu menyatakan, “Aku telah melihatnya dalam naskah yang
berbeda (lain).”[42]
Dan
karena dialektika dan kritik Ibn ×azm diarahkan kepada Yahudi dan TaurÉt, maka
pada bagian ini, penulis mencoba memaparkan pandangannya terhadap Yahudi dan
TaurÉtnya, melalui gaya dialektika dan metode kritik sejarahnya (al-naqd
al-tÉrÊkhÊ). Hal ini dapat kita lihat dalam penjelasan di bawah ini.
A.
Yahudi
Menurut Ibn ×azm
Menurut
Ibn ×azm, penganut agama Yahudi terbagi ke dalam lima kelompok (golongan),
yaitu:
1.
Al-SÉmiriyyah, kelompok
yang menyatakan bahwa kota al-Quds adalah Nabuls, sekitar 18 mil dari Bayt
al-Maqdis. Kelompok ini tidak faham tentang keagungan al-Quds. Mereka memiliki
TaurÉt yang berbeda dengan TaurÉt kelompok Yahudi yang lain. Kelompok ini juga
tidak menerima “kenabian” (al-nubuwwah) di kalangan setelah wafatnya MËsÉ
dan Yosea. Akhirnya, mereka mendustakan kenabian Simon, Dawud, Sulayman,
Isaiah, Yesaya, Ilyas, Amos, Habakuk, Zakaria, Yeremia, dan yang lainnya.
Selain itu, mereka juga mengingkari hari kebangkitan (al-biÑtsah). Kelompok ini
berdiam di SyÉm dan tidak keluar dari sana.
2.
Al-ØadËqiyyah
(Saduki), kelompok yang menisbatkan dirinya kepada
seseorang yang bernama Saduk. Kelompok ini menyatakan bahwa Ezra (Islam: ÑUzair)
adalah anak Allah –Maha Suci Allah dari yang mereka katakan. Dan kelompok ini
terdapat di daerah Yaman.
3.
Al-ÑAnÉniyyah, pengikut
ÑÓnÉn al-DÉwËdÊ al-YahËdÊ. Kelompok ini dinamakan oleh orang-orang Yahudi
dengan “al-QurrÉyËn” dan “al-Mayn”. Mereka menolak hukum TaurÉt dan
ajaran-ajaran yang ada di dalam kitab para nabi. Mereka juga menolak pendapat
para rabbi (aÍbÉr) bahkan mendustakan mereka. Kelompok ini berdiam
di Iraq, Mesir, dan SyÉm. Di Andalusia mereka berada di Toledo dan Talbera.
4.
Al-RabbÉniyyah atau
al-AsyÑaniyyah. Satu kelompok Yahudi yang mengikuti pendapat para rabbi
(aÍbÉr). Mereka adalah kelompok mayoritas dalam agama Yahudi.
5.
Al-ÑÔsawiyyah, yaitu
pengikut AbË ÑÔsÉ al-AÎbahÉnÊ, seorang Yahudi yang berada di AÎbahÉn. Menurut
Ibn ×azm, namanya adalah MuÍammad ibn ÑÔsÉ. Kelompok ini lah yang mengakui
kenabian ÑÔsÉ ibn Maryam dan MuÍammad s.a.w. Mereka menyatakan bahwa ÑÔsÉ
diutus oleh Allah sebagai rasul kepada Bani Israil seperti yang diberitakan di
dalam InjÊl dan dia adalah seorang nabi diantara nabi-nabi Bani Israil. Mereka juga
berpandangan bahwa MuÍammad adalah seorang rasul yang diutus oleh Allah dengan
membawa syariat Al-Qur’an kepada Bani IsmÉÑÊl dan seluruh bangsa Arab.[43]
Sama halnya dengan nabi AyyËb: sebagai nabi di Bani ÑAyÎ. Juga seperti BalÑÉm
yang menjadi nabi di Bani Moab, menurut kesepakatan seluruh kelompok (sekte) Yahudi.[44]
Setelah
membicarakan kelompok (sekte) Yahudi, ada baiknya kita melihat bagaimana
pandangan Ibn ×azm terhadap TaurÉt, yang dianggap sebagai kitab suci kaum
Yahudi itu.
B.
TaurÉt
Yahudi
Yahudi
dan Kristen memiliki kitab suci masing-masing. Istilah Perjanjian Lama (al-ÑAhd
al-QadÊm, Old Testament) merupakan adalah bentuk metaphor untuk
TaurÉt.[45]
Karena PL merupakan nama ilmiah dari bagian kitab Yahudi. Dan TaurÉt merupakan
bagian dari PL itu sendiri.[46] Menurut
sarjana Kristen, PL terdiri dari “39 kitab” yang berbeda. Dan menurut mereka,
kitab-kitab ini diilhami oleh Tuhan, tetapi ditulis oleh orang yang
berbeda-beda dalam kehidupan yang berbeda dan untuk tujuan yang berbeda-beda
namun memiliki satu rencana besar yang sama: keselamatan.[47]
Apa
yang disebut “diilhami” dalam pernyataan di atas jelas tidak dapat
dipertanggungjawabkan, jika dikontraskan dengan isi dan kandungan Bible yang
ada. Karena semuanya “menegaskan” bahwa Bible – menurut Ibn ×azm khususnya
TaurÉt – bukan “Firman Allah”. Apalagi melihat perbuatan Paulus yang
menghapuskan hukum TaurÉt, seperti “khitan”. Menurutnya PL telah “batal” dan
akhirnya dilucuti hukum-hukumnya. Bukan hanya, menurut Paulus, PL itu lemah dan
tidak berguna serta tak menyempurnakan apapun.[48]
Menguatkan
penolakan terma “inspirasi” terhadap Bible, dapat dilihat bagaimana pandangan
Al-AÑÐamÊ:
“Inspirasi, ide bahwa Tuhan secara nyata memberikan
visi atau kemampuan atau wahyu secara langsung kepada seseorang merupakan
sebuah konsep yang sentral dari semua agama monoteistik. Akan tetapi, PB tidak
pernah mengklaim dirinya sebagai karya dari sebuah inspirasi. Satu-satunya
bagian yang mungkin menunjukkan inspirasi ini adalah 2 Timotius 3: 16, bahwa, “Setiap
Kitab Suci terinspirasikan dan berguna untuk pengajaran.” Yang dimaksudkan
di sini bagaimanapun juga adalah PL, sebab PB belum lagi dikompilasikan dalam
bentuk yang kita kenal saat ini. Seorang penulis abad kedua, Justin Martyr,
lebih lanjut mengklarifikasi bahwa inspirasi ini dimaksudkan bukan pada teks
Ibrani yang ada, tetapi hanya pada keakuratan penerjemahannya ke dalam
bahasa Yunani Kuno.”[49]
Memang,
sarjana-sarjana Kristen sering membumbui tulisan-tulisan mereka dengan
terminologi “inspirasi”; misalnya P.W. Comfort menyatakan, “Individu-individu tertentu…diberi
inspirasi oleh Tuhan untuk menulis penjelasan-penjelasan Injil untuk membakukan
tradisi oral.”[50] Dan lagi, para juru tulis yang mengopi PB pada tahap
belakangan, “Mungkin menganggap mereka telah terinspirasikan oleh roh dalam
membuat penyesuaian-penyesuaian tertentu dengan contoh.”[51]
Namun
para pengarang empat Injil yang anonim itu boleh jadi sangat tidak sependapat
dengan Prof. Comfort. Injil yang terawal, Markus, dianggap sebagai sumber utama
oleh para pengarang Matius dan Lukas, yang telah mengubah, menghapus, dan
menyingkat banyak kisah-kisah Markus. Perbuatan ini tidak mungkin terjadi, jika
mereka menganggap bahwa Markus diberi inspirasi oleh Tuhan, atau bahwa
kata-katanya merupakan kebenaran sejati.[52]
Memang, melihat versi InjÊl yang
ada, kita tidak dapat mengatakan kecuali memang kitab-kitab itu dikarang oleh
manusia, bukan turun sebagai “wahyu” dari Allah. Dalam agama Katholik dan
Protesten saja sudah sangat mencolok perbedaannya. Karena apa yang disebut
InjÊl sejatinya merupakan “Gospel” (ajaran) atau “berita baik” yang diajarkan
Yesus Kristus selama masa tugasnya yang singkat. Penulis “Gospel” sering
menyebut Yesus melakukan dan mengajarkan ajaran tersebut (InjÊl).
1.
“Demikianlah Yesus
berkeliling…memberitakan InjÊl…serta melenyapkan segala penyakit dan
kelemahan.” (Matius 9: 35);
2.
“…barangsiapa
kehilangan nyawanya karena aku dan karena InjÊl, ia akan menyelamatkannya.”
(Markus 8: 35);
3.
“…memberitakan
InjÊl…” (Lukas 20: 1).
InjÊl
adalah kata yang sering digunakan, tetapi InjÊl yang bagaimanakah yang
diajarkan Yesus? Dari 27 kitab PB, hanya sedikit yang dapat diterima sebagai
perkataan Yesus. Umat Kristen bangga dengan InjÊl Matius, InjÊl Markus, InjÊl
Lukas, dan InjÊl Yohanes, tetapi tak ada sebuah pun InjÊl Yesus! Dengan tulus
kita meyakini bahwa sebagala sesuatu yang diajarkan Yesus berasal dari Tuhan.
Itulah InjÊl, berita baik dan petunjuk dari Tuhan untuk Bani Israil.[53]
Kembali
kepada masalah TaurÉt, sejak awal Ibn ×azm pun sudah menyatakan bahwa TaurÉt
sudah dipalsukan (mengalami distorsi dan interpolasi: muÍarrafah)[54],
khususnya TaurÉt SÉmiriyyah (The Samaritain Torah). Tentang bagaimana
sejatinya TaurÉt yang mengalami distorsi dan interpolasi (taÍrÊf wa tabdÊl)
ini, penulis akan mengulas beberapa contoh yang menegaskan bahwa TaurÉt, dalam pandangan
Ibn ×azm, memang telah dipalsukan.
1.
Fakta
Historis
Ibn
×azm mengupas panjang lebar perjalanan Yahudi sejak kematian nabi MËsÉ, hingga
masa kekuasaan raja pertama mereka: Saul.
Dalam rentang waktu itu, mereka mengalami tujuh kali “murtad”: meninggalkan
keimanan yang benar, yang akhirnya menyeret mereka kepada penyembahan terhadap
berhala:
Pertama, mereka
menyembah berhala selama 8 tahun pada masa ØËr dan ØaydÉ. Kedua,
menyembah berhala selama 18 tahun pada masa raja Eglon, raja Moab. Ketiga,
mereka kufur selama 20 tahun, pada masa Yabin, raja Kanaan.[55] Keempat,
mereka kufur dan menyembah berhala selama 7 tahun pada masa Oreb dan Zeeb,
raja Midian.[56] Kelima,
dan selama 25 tahun mereka tidak jelas berada pada keimanan atau
kekufuran.[57]
pada masa. Keenam, Yahudi kufur dan dikuasi oleh Bani Amon selama
18 tahun. Ketujuh, kemudian mereka dikuasai oleh orang-orang
Filistin (Kanaan) dan yang lainnya selama 40 tahun berada dalam kekufuran.[58]
Jadi,
menurut Ibn ×azm, kitab suci apa sekian lama kaum Yahudi berada dalam
“kekufuran” dan penyembahan terhadap “berhala”. Dan sekian lama mereka tidak
beriman dalam satu kota yang dapat dikelilingi hanya dalam tiga hari. Dan tidak
ada seorang pun yang memeluk agama mereka dan mengikuti kitab mereka di muka
bumi ini, selain mereka sendiri. Kemudian Saul meninggal dan (selanjutnya)
digantikan oleh Dawud. Mereka malah menuduhnya melakukan “zina” secara
terang-terangan dengan ibu Solomo (Islam: SulaymÉn). Dari perzinaan Dawud ini
lah lahir seorang anak, yang meninggal sebelum kelahiran Solomo. Dan ketika
Solomo menggantikan bapaknya, Dawud, tuduhan yang sama dinisbatkan kepadanya
oleh orang-orang Yahudi.[59]
Dengan
demikian, secara historis, TaurÉt Yahudi memang sudah mengalami distorsi dan
penyimpangan. Maka wajar jika otentisitas dan validitas kandungannya sangat
diragukan. Konon lagi terdapat perbedaan TaurÉt yang ada di tangan sekte
al-SÉmiriyyah (Samaritain) dan sekte mayoritas Yahudi. Dimana menurut sekte
al-SÉmiriyyah, TaurÉt yang ada di tangan kaum Yahudi selain mereka tidak valid
dan tidak otentik.[60]
Tentang
kapan TaurÉt “diubah” oleh Bani Israil, Dr. AÍmad ×ijÉzÊ al-SaqÉ menyatakan
bahwa itu terjadi pada tahun 586 SM di Babilonia. Dimana orang-orang Ibrani dan
al-SÉmiria sepakat untuk mengubahnya. Hal ini mereka lakukan karena mereka
menjadi tahanan orang Babilonia. Karena mereka menyadari bahwa dunia tidak
berpihak kepada mereka dan roda kebaikan terus berjalan mendekati Bani IsmÉÑÊl.
Maka mereka pun berusaha untuk mempertahankan identitas mereka selama-lamanya.
Lalu ditulislah TaurÉt berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
1.
Allah adalah Tuhan
yang Maha Esa. Tetapi, bukan untuk seluruh alam melainkan untuk Bani IsrÉ’Êl.
2.
Hukum TaurÉt
memang diturunkan oleh Allah. Tetapi, bukan untuk seluruh alam, melainkan untuk
BanÊ IsrÉ’Êil saja.
3.
Nabi yang
“ditunggu-tunggu” yang kehadirannya dikabarkan oleh nabi MËsÉ benar akan
datang. Tetapi, dari kalangan BanÊ IsrÉ’Êl bukan dari tengah-tengah BanÊ
IsmÉÑÊl.
Kemudian,
Ezra menulis TaurÉt berdasarkan prinsip di atas kemudian ditampakkan kepada
mereka dan mereka pun mengakui dan menganut isi dan kandungannya. Kemudian BanÊ
IsrÉ’Êl kembali dari Babilonia dengan membawa TaurÉt yang ditulis Ezra. Dan ketika
kaum Ibrani tinggal di kota mereka dan orang-orang SÉmiriyyah juga berada di
tempat tinggal mereka terjadi permusuhan sengit antara mereka karena ternyata
TaurÉt Ibrani berbeda dengan TaurÉt al-SÉmiriyyah.
Orang-orang
Ibrani mengklaim bahwa TaurÉt mereka yang “benar”, maka mereka berada dalam
kebenaran. Sebaliknya, kaum SÉmiriyyah menuduh kaum Ibrani telah mengubah,
menambah, dan mengurangi kitab Allah. Dan perdebatan ini terus terjadi sampai
ke zaman Yesus Kristus.[61]
2.
Bentuk
nabi Ódam
Ibn
×azm juga mengkritik ayat TaurÉt yang memberitakan bentuk penciptaan Ódam.
Dimana menurut TaurÉt, Ódam diciptakan “mirip” Allah. Jelasnya, ayat mengenai
ini berbunyi demikian:
“Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”[62]
Menurut
Ibn ×azm, seandainya ayat itu berbunyi “seperti bentuk kita”, maka sangat baik
dan maknanya sahih. Artinya: kita menisbatkan “bentuk ciptaan” itu kepada
Allah, penisbatkan kepemilikan dan penciptaan. Seperti Anda, kata Ibn ×azm,
mengatakan, “Ini pekerjaan Allah.” Dan Anda mengatakan tentang “kera”,
orang yang baik, dan orang yang baik, ini bentuk Allah. Artinya: hasil bentukan
Allah.[63] Namun
kata “mirip seperti kita” telah menutup pintu interpretasi (al-ta’wÊlÉt),
memotong jalan ke arah pemaknaan lain, dan akhirnya mewajibkan pendapat bahwa
Ódam “mirip” Allah.
Jelas sekali bahwa pandangan di atas adalah
keliru. Karena kata syabah dan mitsl maknanya sama. Maha Suci
Allah dari penyerupaan dan pemiripan.[64] Apalagi jika dilihat lewat kacamata ajaran
dan akidah Islam, jelas ayat TaurÉt tersebut tidak benar. Karena Allah tidak
ada seorang pun yang setara dengan Allah.[65] Karena konsepsi Tuhan yang “mirip” manusia
jelas mencederai kesucian Allah swt.
3. Ódam: Salah Satu
Tuhan
Menurut TaurÉt, Ódam adalah bagian dari oknum
Tuhan. Lebih jelasnya, dapat kita lihat dalam Kitab Kejadian 1: 26-27 di bawah
ini:
“Allah
berfirman: ‘Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya
berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan
atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata di muka bumi.[66]
Ayat TaurÉt di atas kemudian dikritik oleh
Ibn ×azm. Menurutnya, cerita mereka mengenai Allah yang menjelaskan bahwa Ódam
telah menjadi “salah seorang” dari kita merupakan musibah yang besar. Karena ayat
ini mengesankan bahwa Tuhan itu lebih dari satu. Dan pernyataan ini telah
menyeret kaum elit Yahudi kepada keyakinan bahwa yang telah menciptakan Ódam
adalah makhluk lain yang diciptakan oleh Allah sebelum Ódam.
Makhluk tersebut kemudian makan buah dari
pohon yang dimakan oleh Ódam yang kemudian dapat mengetahui perkara yang baik
dan jahat. Kemudian dia makan buah pohon kehidupan, sehingga menjadi salah
seorang Tuhan. Sungguh, kata Ibn ×azm, kita berlindung kepada Allah dari “kekufuran
yang bodoh” ini. Kita memuji Allah, karena Dia telah menunjuki kita kepada
agama yang cemerlang dan jelas. Dan kebenaran ini membuktikan bahwa agama ini
berasal dari sisi Allah.[67]
4. Anak-anak Allah Menikahi
Manusia
Salah satu kejanggalan TaurÉt yang menjadi
sasaran kritik Ibn ×azm juga adalah: ayat yang menyatakan bahwa anak-anak Allah
menjadikan perempuan-perempuan cantik sebagai istrinya. Hal ini dengan gamblang
dinyatakan dalam Kitab Kejadian 6: 2
“Maka
anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik,
lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja
yang disukai mereka.”
Menurut Ibn ×azm, ayat PL di atas merupakan
“kebodohan” (Íamq) dan kedustaan yang besar, karena Allah memiliki anak
laki-laki yang menikahi anak-anak perempuan manusia. Jadi, ada perbesanan (muÎÉharah)
antara Allah dengan manusia. Bahkan, sebagian pendahulu mereka menyatakan bahwa
yang dimaksud bukan “anak-anak Allah” adalah para malaikat. Ini juga pun
merupakan kedustaan. Namun derajatnya lebih rendah dari yang pertama.[68]
Masih berkaitan dengan perbuatan anak-anak
Tuhan diatas, dalam Kitab Kejadian, Tuhan berfirman
“Roh-Ku
tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah
daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.”[69]
Ayat TaurÉt tersebut, kata Ibn ×azm “dusta”
dan merupakan musibah sepanjang zaman. Karena setelah ayat itu disebutkan di
tempat lain bahwa:
“11:11
Sem masih hidup lima ratus tahun, setelah ia memperanakkan Arpakhsad, dan ia
memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:12 Setelah Arpakhsad hidup
tiga puluh lima tahun, ia memperanakkan Selah. 11:13 Arpakhsad masih hidup
empat ratus tiga tahun, setelah ia memperanakkan Selah, dan ia memperanakkan
anak-anak lelaki dan perempuan. 11:14 Setelah Selah hidup tiga puluh tahun, ia
memperanakkan Eber. 11:15 Selah masih hidup empat ratus tiga tahun, setelah ia
memperanakkan Eber, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:16
Setelah Eber hidup tiga puluh empat tahun, ia memperanakkan Peleg. 11:17 Eber
masih hidup empat ratus tiga puluh tahun, setelah ia memperanakkan Peleg, dan
ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:18 Setelah Peleg hidup tiga
puluh tahun, ia memperanakkan Rehu. 11:19 Peleg masih hidup dua ratus sembilan
tahun, setelah ia memperanakkan Rehu, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan
perempuan. 11:20 Setelah Rehu hidup tiga puluh dua tahun, ia memperanakkan Serug.
11:21 Rehu masih hidup dua ratus tujuh tahun, setelah ia memperanakkan Serug,
dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:22 Setelah Serug hidup
tiga puluh tahun, ia memperanakkan Nahor. 11:23 Serug masih hidup dua ratus
tahun, setelah ia memperanakkan Nahor, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki
dan perempuan. 11:24 Setelah Nahor hidup dua puluh sembilan tahun, ia
memperanakkan Terah. 11:25 Nahor masih hidup seratus sembilan belas tahun,
setelah ia memperanakkan Terah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan
perempuan. 11:26 Setelah Terah hidup tujuh puluh tahun, ia memperanakkan Abram,
Nahor dan Haran. 11:27 Inilah keturunan Terah. Terah memperanakkan Abram, Nahor
dan Haran, dan Haran memperanakkan Lot. 11:28 Ketika Terah, ayahnya, masih hidup,
matilah Haran di negeri kelahirannya, di Ur-Kasdim. 11:29 Abram dan Nahor
kedua-duanya kawin; nama isteri Abram ialah Sarai, dan nama isteri Nahor ialah
Milka, anak Haran ayah Milka dan Yiska. 11:30 Sarai itu mandul, tidak mempunyai
anak. 11:31 Lalu Terah membawa Abram, anaknya, serta cucunya, Lot, yaitu anak
Haran, dan Sarai, menantunya, isteri Abram, anaknya; ia berangkat bersama-sama
dengan mereka dari Ur-Kasdim untuk pergi ke tanah Kanaan, lalu sampailah mereka
ke Haran, dan menetap di sana. 11:32 Umur Terah ada dua ratus lima tahun; lalu
ia mati di Haran.”[70]
Ayat-ayat TaurÉt merupakan hal memalukan bagi
nalar-nalar yang mau mengikut kebenaran dan keberagamaan (al-tadayyun)
yang benar. Ini juga merupkan “rekayasa” yang dilakukan secara terang-terangan.[71] Bagaimanapun, ayat-ayat mengenai umur
manusia yang saling bertentangan di atas membuktikan dengan tegas bahwa PL
sangat sulit untuk dikatakan valid sebagai Firman Tuhan. Ada semacam distorsi (taÍrÊf)
dan interpolasi yang dilakukan secara tidak cerdas dan tak hati-hati. Dan
mengenai kebiasaan melakukan taÍrÊf Allah menjelaskan bahwa diantara
orang-orang Yahudi ada kelompok yang terbiasa untuk melakukan itu: dengan cara
memindahkan isi TaurÉt dari tempat-tempatnya (min al-ladzÊna hÉdË yuÍarrifËn
al-kalima ‘an mawÉÌiÑihi).[72]
5. Kerancuan TaurÉt
Mengenai Umur Manusia
Salah satu kerancuan yang dikritik oleh Ibn
×azm dalam PL adalah mengenai umur manusia. Dimana PL memberikan informasi yang
ngawur alias plin-plan dalam menjelaskan usia (umur) manusia. Hal
ini dapat dilihat dalam Kitab Kejadian 7: 7-14 berikut ini:
“Masuklah
Nuh ke dalam bahtera itu bersama-sama dengan anak-anaknya dan isterinya dan
isteri anak-anaknya karena air bah itu. 7:8 Dari binatang yang tidak haram dan
yang haram, dari burung-burung dan dari segala yang merayap di muka bumi, 7:9
datanglah sepasang mendapatkan Nuh ke dalam bahtera itu, jantan dan betina,
seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh. 7:10 Setelah tujuh hari datanglah
air bah meliputi bumi. 7:11 Pada waktu umur Nuh enam ratus tahun, pada bulan
yang kedua, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, pada hari itulah terbelah
segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di
langit. 7:12 Dan turunlah hujan lebat meliputi bumi empat puluh hari empat
puluh malam lamanya. 7:13 Pada hari itu juga masuklah Nuh serta Sem, Ham dan
Yafet, anak-anak Nuh, dan isteri Nuh, dan ketiga isteri anak-anaknya
bersama-sama dengan dia, ke dalam bahtera itu, 7:14 mereka itu dan segala jenis
binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis binatang melata yang
merayap di bumi dan segala jenis burung, yakni segala yang berbulu bersayap;
7:15 dari segala yang hidup dan bernyawa datanglah sepasang mendapatkan Nuh ke
dalam bahtera itu. 7:16 Dan yang masuk itu adalah jantan dan betina dari segala
yang hidup, seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh; lalu TUHAN menutup
pintu bahtera itu di belakang Nuh. 7:17 Empat puluh hari lamanya air bah itu
meliputi bumi; air itu naik dan mengangkat bahtera itu, sehingga melampung
tinggi dari bumi.”
Coba bandingkan Kejadian 7: 12 disebutkan
bahwa banjir meliputi bumi selama 40 hari 40 malam. Namun pada Kejadian 7: 24
ternyata 150 hari. Lihat bunyi kitab Kejadian 7: 24 berikut ini:
“Dan
berkuasalah air itu di atas bumi seratus lima puluh hari lamanya.”
Manakah yang harus dipercaya dan dibenarkan?
Kejadian 7: 12 atau Kejadian 7: 24? Intinya kedua ayat itu bertolak-belakang.
Jika demikian, maka dia bukan Firman Tuhan. Jadi, dari sisi historis, ayat
TaurÉt di atas tidak dapat dibenarkan.[73] Belum lagi dari sisi logika, benar-benar
“tidak logis”. Bagaimana mungkin Allah yang Maha Tahu (‘AlÊm) dan
Maha Teliti (BaÎÊr) tidak dapat men-design seluruh peristiwa yang
akan terjadi berikut detail-detailnya secara benar dan akurat? Jelas ini merupakan
pelecehan terhadap kemahakuasaan dan kemahabesaran Allah? Dalam Islam, ini
tidak mungkin terjadi.
6. Kerancuan TaurÉt
Mengenai Umur Anak-anak NËÍ
Salah satu poin penting mengenai validitas
dan otentisitas TaurÉt yang dikritik oleh Ibn ×azm adalah mengenai umur
anak-anak nabi NËÍ. Misalnya, disebutkan bahwa “Setelah Nuh berumur lima
ratus tahun, ia memperanakkan Sem, Ham dan Yafet.”[74] Kemudian, disebutkan pula bahwa “11:10 Inilah keturunan Sem. Setelah
Sem berumur seratus tahun, ia memperanakkan Arpakhsad, dua tahun setelah air
bah itu. 11:11 Sem masih hidup lima ratus tahun, setelah ia memperanakkan
Arpakhsad, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan.”[75]
Menurut Ibn ×azm ayat-ayat TaurÉt dalam Kitab
Kejadian di atas adalah “kebohongan” dan
“kebodohan” yang gelap. Mengapa? Karena jika Nuh ketika melahirkan
memperanakkan “Sem” pada usia 500 tahun dan setelah seratus tahun baru terjadi
banjir, maka Sem ketika itu usianya adalah “100 tahun”. Dan jika dua tahun
terjadi banjir kemudian Sem memperanakkan “Arpakhsad”, berarti usia “Sem” saat
itu adalah “102 tahun”. Tetapi dalam teks TaurÉt mereka usianya adalah “100
tahun”. Jelas ini merupakan kedustaan yang nyata. Maha suci Allah dari hal-hal
yang tidak benar seperti ini.[76]
7. Keturunan IbrÉhÊm
Menguasai Nil sampai Efrat
Salah satu klaim Yahudi adalah bahwa mereka
disebut oleh Allah sebagai “umat atau bangsa pilihan” (Arab: al-syaÑb
al-mukhtÉr, Inggris: the choosen people). Karena demikian, maka Allah benar-benar
perhatian kepada mereka, sehingga apapun diberi kepada mereka. Padahal, apa
yang diinginkan mereka sebagai “bangsa pilihan” adalah mitos belaka, kata
Garaudy.
Menurut bacaan fundamentalis tentang Zionisme
Politik mengenai klaim “bangsa pilihan” disebutkan bahwa: “Penduduk dunia
dapat dibagi antara Israel dan bangsa lain yang dianggap satu. Israel adalah
bangsa yang terpilih: dogma pangkal.” (Rabi Cohen, Le Talmud,
(Paris: Payot, 1986), hlm. 104).
Mitos ini adalah kepercayaan, tanpa dasar
sejarah apapun, yang menurutnya monoteisme lahir bersamaan dengan Perjanjian
Lama. Sebaliknya, dari Bible sendiri, jelas bahwa dua redaktur utamanya, yaitu
Yahvis dan Elohis, bukanlah kaum monoteis; mereka hanya memproklamasikan
superioritas tuhan Yahudi terhadap tuhan-tuhan lainnya serta kecemburuan-Nya
terhadap yang lain (Kitab Keluaran 20: 2-5). Tuhan orang Moab: Kamos dikenal
sebagai (Kitab Hakim-Hakim 11: 24 dan Raja-Raja 27) “tuhan-tuhan yang lain” (I
Samuel 17: 19).[77]
Berkaitan dengan klaim “bangsa pilihan”
tersebut, kaum Yahudi mengklaim bahwa Tuhan menganugerahkan kepada mereka “sungai
Nil yang ada di Mesir hingga sungai Efrat yang berada dekat dari Bait al-Maqdis”
merupakan hadiah khusus dari Tuhan untuk mereka. Klaim mereka ini didasarkan
kepada satu ayat TaurÉt yang berbunyi sebagai berikut:
“Pada hari itulah TUHAN mengadakan perjanjian
dengan Abram serta berfirman: “Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini,
mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat.”[78]
Kata Jendral Moshe Dayan dalam Jerusalem
Post (10 Agustus 1967), “Jika Anda memiliki Bible dan jika kita
menganggap diri kita sebagai bangsa Bible, kita seharusnya memiliki semua tanah
Bible.”
Itu sebabnya, pada tanggal 25 Februari 1994,
Doktor Baruch Goldstein membantai orang-orang Arab yang sedang bersembahyang di
atas Makam Para Wali. Dan pada tanggal 4 November 1995, Ygl Amir membunuh
Ytzhak Rabin “atas perintah Tuhan” dan kelompoknya yang bernama “Ksatria
Israel” akan mengeksekusi siapa saja yang menyerahkan “tanah yang dijanjikan,
Judea dan Samaria” (Yordania sekarang) kepada orang Arab.[79] Dan aksi “brutalisme” zionisme ini
sepertinya akan terus berlangsung dan sulit dihentikan. Karena, seperti kata
Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif, “dunia Arab benar-benar lumpuh”.[80]
Memang, sejak awal Israel terus-menerus
meneror orang Arab, khususnya penduduk Palestina di dalam negara Palestina.
Negeri mereka sendiri. Karena bangsa Yahudi itu mengklaim bahwa sejak dari Nil
sampai Efrat harus dikuasai, karena itu merupakan tanah yang dijanjikan (the
promised land). Untuk mencapai itu semua, mereka (sampai hari ini)
menggunakan kekerasan, perang. Dan itu bagi mereka legal, meskipun the promised
land hanyalah “mitos”. Namun perang berbicara lain. Seperti kata Sallust
(86 SM-34 M),
“Memulai perang selalu mudah, namun sangat
sulit untuk mengakhirinya,
karena dimulai dan diakhiri di bawah kendali orang yang berbeda. Siapa saja,
pengecut sekalipun, dapat memulai perang, namun hanya bisa diakhiri atas
seizing pemenangnya.”[81]
Padahal, kata Ibn ×azm klaim the promised
land tersebut merupakan kebohongan dan tak popula, bahkan tak berdasar.
Karena Allah tidak memberi perhatian special kepada Bani Israil. Padahal,
mereka tidak memiliki sungai Nil, satu jengkal pun mereka tidak pernah
menguasainya. Walaupun dalam waktu sepuluh hari. Padahal, daerah-daerah yang
memanjang sejak dari ×aÌÉr, Rafah, Gaza, ‘AsqalÉn dan Jibal SyarÉt
terus-menerus memerangi mereka sejak mereka mendirikan negara.
Jadi, yang terjadi mereka malah menelan dua
pil pahit sekaligus: tidak menguasai tanah yang diklaimnya dan, sebaliknya,
mereka malah diperangi oleh daerah-daerah yang mengitarinya sampai negera
mereka jatuh. Eufrat juga tidak mereka kuasai, meskipun sepuluh hari. Bahkan,
mereka tidak pernah sedikitpun mendekati dua negeri QunsurÊn dan ×imÎ (Homs). Selain
itu, penduduk Damaskus, ØËr, dan ØaydÉ terus memerangi mereka. Bahkan, penduduk
negeri-negeri tersebut masih terus menghinakan dan menyusahkan mereka semenjak
negeri mereka ada. Jadi tidak mungkin bagi Allah untuk mengingkari janji-Nya,
meskipun satu menit, untuk memberikan air-Nya, konon lagi (air itu sejak dari
Mesir sampai Efrat) memberikannya kepada mereka dalam jarak 90 farsakh[82] di Utara (jarak yang sama) di Selatan.
Kemudian, Bani Israil sebenarnya tidak
memiliki “sungai besar”. Yang mereka miliki hanya sungai Yordan, sungai kecil.
Bukan sungai besar. Jaraknya dari danau Yordan hingga danau Muntanah jaraknya
hanya 60 mil.[83] Dari sana kemudian dapat dipastikan bahwa
klaim Bani Israil adalah batil, tidak benar. Orang-orang yang dijanjikan
mewarisi daerah itu ternyata dijanjikan untuk “disiksa” di negeri lain. Allah
telah memuliakan mereka Bani IsmÉÑÊl dan
menjaga mereka. Itu sebabnya mereka menganggap bahwa cerita di atas adalah
dusta. Itu semua bukan Firman Allah dan bukan sabda seorang nabi, melainkan
bentuk distorsi dari seorang pendusta yang bodoh. Seperti keledai dungu, atau
yang bermain-main dengan agama, atau orang yang keyakinannya rusak. Kita
berlindung kepada Allah dari kehinaan seperti itu.[84]
Apa yang mereka klaim adalah rekayasa yang
hanya ingin menaklukkan bangsa-bangsa lain, khususnya Palestina. Karena itu,
Nyonya Françoise Smyth-Florentin telah melakukan kajian yang ketat atas “mitos
janji” dalam buku Les Mythes Illegitimes: Essai ur la “Terre Promise”
(Mitos-Mitos yang Tidak Sah: Esai tentang “Tanah yang Dijanjikan” (Jenewa:
Labor et Fides, 1994). Dan menurut Albert de Pury, apa yang dilakukan oleh
bangsa Yahudi adalah upaya untuk melegitimasi post aventum penaklukan
Israel atas Palestina, atau lebih konkret lagi melanjutkan kedaulatan Israel di
bawah kekuasaan David[85], meskipun dengan cara-cara yang tidak
beretika. Ringkasnya, kata Dr. Adian Husaini, Israel adalah “sang teroris
pragmatis”, yang hanya mau menang sendiri.[86]
Al-KhÉtimah
Agama Yahudi dalam pandangan Ibn ×azm bukan
bangsa yang baik. Dari sisi sejarah, mereka banyak bermasalah. Dari sisi
teologis, mereka adalah para pengubah TaurÉt. Dari sudut sosial, mereka adalah
bangsa “ekslusif”, karena mengklaim sebagai bangsa pilihan Tuhan (the choosen
people). Padahal seluruh klaim tersebut tidaklah benar. Hanya rekayasa,
untuk melegitimasi usaha dan upaya mereka dalam merusak tatanan kehidupan. Maka,
bagi mereka, tidak penting apakah usaha mereka harus merusak kitab suci Tuhan
(TaurÉt), membuat mitos-mitos, bahkan melakukan aksi brutalisme yang sekarang
dikembangkan oleh Zionisme. Maka sangat wajar jika Allah murka, yang secara
ringkas disebutkan oleh Allah sejak pembukaan Al-Qur’an sebagai bangsa yang al-magÌËb
‘alayhim. Sudah saatnya kita pun membaca bangsa Yahudi berikut
ajaran-ajaran dan keyakinan mereka secara “kritis”, seperti yang telah
dilakukan oleh Ibn ×azm al-AndalusÊ. FaÑtabirË yÉ ‘uli al-albÉb!
Daftar
Pustaka
Al-AÑÐamÊ,
Prof. Dr. MuÍammad MuÎÏafÉ, The History of the Qur’Énic Text from Revelation
to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testaments, Edisi
Indonesia, Sejarah Teks Al-Qur’Én dari Wahyu sampai Kompilasi: Kajian
Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Terj. Dr. Sohirin
Solihin, Dr. Anis Malik Thoha, Dr. Ugi Suharto, dan Lili Yulyadi, M.Sc.
(Jakarta: Gema Insani Press, 2006).
Al-MuÎÏÉwÊ
ÑAbd al-RaÍmÉn, DÊwÉn al-ImÉm al-SyÉfiÑÊ (Beirut-Lebanon: DÉr
al-MaÑrifah, cet. III, 1426 H/2005 M).
Al-SyarqÉwÊ,
MuÍammad ÑAbd AllÉh, FÊ MuqÉranat al-AdyÉn: DirÉsÉt wa BuÍËts (Beirut:
DÉr al-JÊl/Cairo: Maktabah al-ZahrÉ’, cet. II, 1410 H/1990 M).
al-ÙaÍÍÉn,
Dr. MaÍmËd, TaysÊr MuÎÏalaÍ al-×adÊts (al-RiyÉÌ: Maktabah al-MaÑÉrif li
al-Nasyr wa al-TawzÊÑ, 1417 H/1996 M).
‘Abd
al-BÉqÊ, MuÍammad Fu’Éd, al-MuÑjam al-Mufahras li AlfÉÐ al-Qur’Én al-KarÊm
(Cairo: DÉr al-×adÊts, 1428 H/2007 M).
ÑAbd
al-SalÉm ÙawÊlah ÑAbd al-WahhÉb, TawrÉt al-YahËd wa al-ImÉm Ibn ×azm
al-AndalusÊ (Damascus: DÉr al-Qalam, 1423 H/2003 M).
Adian
Husaini, Dr., Mau Menang Sendiri: Israel Sang Teroris yang Pragmatis?
(Surabaya: Pustaka Progressif, 2002).
‘AlÊ
×imÉyah, Dr. MaÍmËd, Ibn ×azm wa Manhajuhu fÊ DirÉsat al-AdyÉn (Cairo:
DÉr al-MaÑÉrif, 1983).
AbË
Zahrah, Syekh MuÍammad, Ibn ×azm: ×ayÉtuhu wa ÑAÎruhu-ÓrÉ’uhu wa Fiqhuhu (Cairo:
DÉr al-Fikr al-ÑArabÊ, 1373 H/1954 M).
C. Hudson,
Christopher, Smith, Carol, Weidemann, Valerie, Buku Pintar Alkitab,
Terj. Michael Wong (Jakarta: PT Bethlehem Publisher, 2008).
Deedat, Ahmed, The
Choice: Dialog Islam-Kristen, Terj. Dr. Setiawan Budi Utomo (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2008).
Dr.
×Émid ÙÉhir, “Manhaj al-Naqd al-TÉrÊkhÊ Ñinda Ibn ×azm: NamËdzaj min Naqd TawrÉt
al-YahËd” (), hlm. 605.
Dzulhadi,
Qosim Nursheha, “Pandangan Islam terhadap TaurÉt dan InjÊl: Kajian Kritis”,
dalam Kalimah, Vol 9, No. 2, 2011.
_______,
“Studi Perjanjian Lama: Kajian Kritis atas Teks, Sanad, dan Kandungan”,
dalam Al-‘Ibrah, Vol. 4, No. 1, 2007.
Garaudy, Roger, Mitos
dan Politik Israel, Terj. Maulida Khiatudin (Jakarta: Gema Insani Press,
1421 H/2000 M).
Ibn
AÍmad BÉyaÍyÉ, DalÉl binti MuÍammad, ÓrÉ’ al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ
al-TafsÊr, 2 Jilid (Makkah al-Mukarramah: Fakultas Ushuluddin, 1424
H).
Ibn
×azm, ÑAlÊ ibn AÍmad ibn SaÑÊd ibn ×azm ibn GhÉlib ibn ØÉliÍ ibn SufyÉn
ibn YazÊd, al-FaÎl fÊ al-Milal wa al-AhwÉ’ wa al-NiÍal, 4 Jilid, TaÍqÊq:
Dr. MuÍammad IbrÉhÊm NaÎr dan Dr. ÑAbd al-RaÍmÉn ÑUmayrah, Jilid 1 (Beirut:
DÉr al-Jayl, cet. II, 1416 H/1996 M).
________,
Ùawq al-×amÉmah fÊ al-Ulfah wa al-AllÉf (Damascus: Maktabah ÑArafah,
1349 H).
________,
al-Radd ‘alÉ Ibn al-Nughraylah al-YahËdÊ wa RasÉ’il UkhrÉ, taÍqÊq: Dr.
IÍsÉn ‘AbbÉs (Cairo: Maktabah DÉr al-‘ArËbah, 1380 H/1960 M).
IÍsÉn ÑAbbÉs, Dr.,
“Muqaddimah al-TaÍqÊq”, dalam Ibn ×azm, al-Radd ‘alÉ Ibn al-Nughraylah
al-YahËdÊ wa RasÉ’il UkhrÉ, taÍqÊq: Dr. IÍsÉn ÑAbbÉs (Cairo: Maktabah DÉr
al-ÑArËbah, 1380 H/1960 M).
IbrÉhÊm,
Dr. ZakariyyÉ, Ibn ×azm al-AndalusÊ (Mesir: al-DÉr al-MiÎriyyah li
al-Ta’lÊf wa al-Tarjamah, 1977 M).
IsÍÉq
al-ØËrÊ, Pendeta AbË al-×assan (Translator), al-TawrÉt al-SÉmiriyyah,
‘The Samaritain Torah: The Complete Text of the Samaritain Torah in Arabic’
(Mesir: DÉr al-AnÎÉr, 1398 H/1978 M).
IsmÉÑÊl
YËsuf, IsmÉÑÊl MuÎÏafÉ, Ibn ×azm al-AndalusÊ: ×ayÉtuhu-Falsafatuhu (thesis
magister di Universitas Islam Imam MuÍammad ibn SaÑËd, 1397 H).
MujammaÑ al-Lughah
al-‘Arabiyyah, al-MuÑjam al-WasÊÏ (Cairo: Maktabah al-SyurËq
al-Dawliyyah, 1425 H/2004 M).
Palencia,
Ángel Gonzáles, TÉrÊkh al-Fikr al-AndalusÊ, di-Arab-kan oleh Dr. ×usayn
Mu’nis (Mesir: Maktabah al-TsaqÉfah al-DÊniyyah, 1955).
Rostiyani,
Yeyen, Inside Gaza: Genosida Israel di Gaza dan Palestina (Jakarta
Selatan: KinzaBooks, 2009).
Sirsaeba,
Anif (penyadur) Di Bawah Naungan Cinta: Bagaimana Membangun Puji-puji Cinta
untuk Mengukuhkan Jiwa (Pesantren Basmala & Republika, cet. VII, 2007
M).
Syafi’i Ma’arif, Prof.
Dr. Ahmad, “Brutalisme Zionisme dan Dunia Arab yang Lumpuh”, dalam Resonansi
HU Republika, 6 Januari 2008.
Syalabi,
Prof. Dr. Ahmad, Agama Yahudi, Terj. Syamsuddin Manaf (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1990).
Toto
Tasmara, KH., Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi? (Depok: Sinergi
[Kelompok Gema Insani], cet. I, 1431 H/2010 M).
‘Uways,
Dr. ‘Abd al-×alÊm, Ibn ×azm al-AndalusÊ wa JuhËduhu fÊ al-BaÍts al-TÉrÊkhÊ
wa al-×aÌÉrÊ (Cairo: al- ZahrÉ’ li al-IÑlÉm al-‘ArabÊ , 1409 H/1988
M).
Alkitab:
Alkitab (Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia, 2008).
Alkitab (Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia, 2002).
Alkitab (Djakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia, 1965).
Jurnal:
Kalimah, Vol. 9, No. 2,
September 2011.
Al-‘Ibrah, Vol. 4, No. 1,
Juni 2007.
[1] Syekh MuÍammad AbË Zahrah, Ibn
×azm: ×ayÉtuhu wa ÑAÎruhu-ÓrÉ’uhu wa Fiqhuhu (Cairo: DÉr al-Fikr al-ÑArabÊ,
1373 H/1954 M), hlm. 60. Selanjutnya, buku ini akan ditulis Ibn ×azm.
[2] Lihat, Ángel Gonzáles Palencia, TÉrÊkh
al-Fikr al-AndalusÊ, di-Arab-kan oleh Dr. ×usayn Mu’nis (Mesir: Maktabah
al-TsaqÉfah al-DÊniyyah, 1955), hlm. 74. Aslinya, buku ini berbahasa Spanyol
dengan judul Historia de la Literatura Arábig-Española (Collección Labor
no. 164-165) 2a. Madrid 1945. Dan menurut penerjemahnya, pada cetakan
1945 banyak menyingkat isi bukunya yang ternyata yang dihilangkannya itu
mengandung maknanya sendiri, yang pada cetakan pertama tahun 1928. Maka, apa
yang diringkas oleh penulisnya dilengkapi kembali oleh penerjemah.
[3] Dr. ×Émid ÙÉhir, “Manhaj al-Naqd
al-TÉrÊkhÊ Ñinda Ibn ×azm: NamËdzaj min Naqd TawrÉt al-YahËd” (), hlm.
605.
[4] Perlu dicatat bahwa ilmu
perbandingan agama digagas oleh para sarjana Muslim, bukan sarjana barat.
Karena studi terhadap aliran kepercayaan (al-milal), agama (al-adyÉn),
keyakinan (al-niÍal), dan mazhab (al-madzÉhib) secara historis,
analitis, dan komparatif terdapat dalam jantung peradaban dan khazanah klasik
Islam (al-turÉts al-islÉmÊ). Maka, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
‘bapak yang sah’ dari ranah ilmu ini terdapat dalam peradaban Islam dan
khazanah klasiknya yang abadi dan kaya. Lihat, MuÍammad ÑAbd AllÉh al-SyarqÉwÊ,
FÊ MuqÉranat al-AdyÉn: DirÉsÉt wa BuÍËts (Beirut: DÉr al-JÊl/Cairo:
Maktabah al-ZahrÉ’, cet. II, 1410 H/1990 M), hlm. 5.
[5] Penggunaan kata “TaurÉt” di sini
bukan dalam arti membenarkan isi dan kandungannya. Namun lebih kepada penyebutan,
dimana kitab suci yang pernah turun kepada nabi MËsÉ TaurÉt. Karena umat Islam
meyakini, TaurÉt yang benar (valid dan otentik) tidak ada lagi.
[7] Ibn ×azm, al-FaÎl fÊ al-Milal
wa al-AhwÉ’ wa al-NiÍal, 4 Jilid, TaÍqÊq: Dr. MuÍammad IbrÉhÊm NaÎr
dan Dr. ÑAbd al-RaÍmÉn ÑUmayrah (Beirut: DÉr al-Jayl, cet. II, 1416 H/1996 M),
1: 3.
[8] Ibn ×azm, Ùawq al-×amÉmah fÊ
al-Ulfah wa al-AllÉf (Damascus: Maktabah ÑArafah, 1349 H), hlm. 5 (dalam
pengantar Prof. D. K. Betrof).
[9] Beliau memiliki satu buku yang
sangat baik, ÙabaqÉt al-Umam.
[10] Syekh MuÍammad AbË Zahrah, Ibn
×azm, hlm. 21.
[11] Dilahirkan di Cordova, tepatnya
tanggal 1 November 994 M. Lihat, ÑAbd al-WahhÉb ÑAbd al-SalÉm ÙawÊlah,
TawrÉt al-YahËd wa al-ImÉm Ibn ×azm al-AndalusÊ (Damascus: DÉr al-Qalam,
1423 H/2003 M), hlm. 9. Seterusnya, buku ini akan ditulis TawrÉt al-YahËd.
[12] Lihat, Dr. ‘Abd al-×alÊm ‘Uways, Ibn
×azm al-AndalusÊ wa JuhËduhu fÊ al-BaÍts al-TÉrÊkhÊ wa al-×aÌÉrÊ (Cairo:
al-ZahrÉ’ li al-IÑlÉm al-‘ArabÊ , 1409 H/1988 M), hlm. 51. Seterusnya,
buku ini akan ditulis Ibn ×azm al-AndalusÊ wa JuhËduhu.
[13] Ibn ×azm, al-FaÎl…, 1: 4.
[14] Karena, seperti kata Imam MuÍammad
IdrÊs al-SyÉfiÑÊ (150-204 H/767-820 M) ilmu itu adalah “cahaya”. Dan cahaya
Allah ini tidak akan diberikan kepada siapa saja yang melakukan maksiat. Lihat,
ÑAbd al-RaÍmÉn al-MuÎÏÉwÊ, DÊwÉn al-ImÉm al-SyÉfiÑÊ (Beirut-Lebanon: DÉr
al-MaÑrifah, cet. III, 1426 H/2005 M), hlm. 70.
[15] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm…,
hlm. 25.
[16] ÙawÊlah, TawrÉt al-YahËd…,
hlm. 9-10.
[17] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm…,
hlm. 25.
[22] Lihat biografi ringkasnya KH. Toto
Tasmara, Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi? (Depok: Sinergi [Kelompok
Gema Insani], cet. I, 1431 H/2010 M), hlm. 45-52.
[23] Lihat biografi singkat tentangnya
dalam KH. Toto Tasmara, Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi?, hlm. 57-62.
[24] Lihat, DalÉl binti MuÍammad ibn
AÍmad BÉyaÍyÉ, ÓrÉ’ al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr, 2 Jilid (Makkah
al-Mukarramah: Fakultas Ushuluddin, 1424 H), 1: 11-13. Karya ini adalah thesis
magister yang diajukan oleh penulisnya kepada fakultas Dakwah dan UshËluddÊn,
Universitas Umm al-QurÉ.
[25] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm,
hlm. 29.
[26] Beliau adalah: seorang imam dan
seorang muÍaddits, terpercaya (tsiqah), dan sastrawan (adÊb).
Nama lengkapnya AbË ÑUmar AÍmad ibn MuÍammad ibn AÍmad ibn SaÑÊd ibn al-×ubÉb
al-UmawÊ. Beliau wafat pada bulan DzulqaÑdah tahun 401 H dalam usianya 80 tahun
lebih.
[27] DalÉl, ÓrÉ al-ImÉm Ibn ×azm
al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr, hlm. 17.
[28] Buku ini telah disadur ke dalam
bahasa Indonesia oleh Anif Sirsaeba dengan judul Di Bawah Naungan Cinta:
Bagaimana Membangun Puji-puji Cinta untuk Mengukuhkan Jiwa (Pesantren
Basmala & Republika, cet. VII, 2007 M).
[29] Seorang al-×ÉfiÐ yang Tsabt
(dalam hadits) dan seorang imam panutan. Namanya AbË ÑAbd AllÉh MuÍammad ibn
AbÊ NaÎr FutËÍ ibn ÑAbd AllÉh ibn ×umayd al-AzdÊal-AndalusÊ al-MayurqÊ
al-ÚÉhirÊ. Beliau salah seorang murid besar Ibn ×azm. Beliau adalah seorang ÑÉlm,
faqÊÍ, dan ÑÉrif.
[30] DalÉl, ÓrÉ al-ImÉm Ibn ×azm
al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr, 18-19.
[31] Dari beliau lah Ibn ×azm mengambil
pandangan tekstualisnya, hingga beliau menjadi seorang imam yang diakui mumpuni
dalam mazhab ÐÉhirÊ ini.
[32] Imam Ibn ×azm, al-FaÎl, 1:
7-8.
[33] Lihat, DalÉl, ÓrÉ’ al-ImÉm Ibn
×azm al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr, hlm. 20-23.
[34] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm,
hlm. 59.
[35] Di-taÍqÊq oleh: Dr. IÍsÉn
ÑAbbÉs dan Dr. NÉÎir al-DÊn al-Asad. Di-review oleh Syekh AÍmad MuÍammad
SyÉkir. Buku ini diterbitkan oleh DÉr al-MaÑÉrif, Mesir.
[36] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 9-11.
[37] DalÉl, ÓrÉ al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ
al-TafsÊr, hlm. 27-28.
[38] Al-×ÉfiÐ dalam ilmu hadits merupakan
derajat yang amat tinggi. Karena derajatnya lebih tinggi dari muÍaddits.
Meskipun menurut mayoritas muÍadditsËn, al-×ÉfiÐ ini satu derajat
dengan muÍaddits. Ada juga yang menyatakan bahwa derajatnya lebih
tinggi, karena apa yang diketahuinya lebih banyak dari apa yang tidak
diketahuinya – dalam hadits. Dan al-×ÉfiÐ ini derajatnya berada di bawah
al-×Ékim: yaitu seseorang yang mengetahui seluruh hadits. Sehingga,
sangat kecil dan sedikit sekali dari hadits, menurut pendapat sebagian ulama’.
Lihat, Dr. MaÍmËd al-ÙaÍÍÉn, TaysÊr MuÎÏalaÍ al-×adÊts (al-RiyÉÌ:
Maktabah al-MaÑÉrif li al-Nasyr wa al-TawzÊÑ, 1417 H/1996 M), hlm. 17.
[39] Lihat, Dr. ZakariyyÉ
IbrÉhÊm, Ibn ×azm al-AndalusÊ (Mesir: al-DÉr al-MiÎriyyah li al-Ta’lÊf
wa al-Tarjamah, 1977 M), hlm. 130.
[40] Yaitu, dalam ayat yang berbunyi,
“Janganlah kalian mendebat kaum Ahli Kitab kecuali dengan cara yang baik.
Kecuali, orang-orang yang zalim diantara mereka.” (Qs. al-‘AnkabËt (29):
46). Ibn ×azm juga mengakui bahwa ada dialektika yang tidak baik, yaitu:
berdebat tanpa ilmu atau Íujjah (alasan) yang benar. Atau, berdebat
setelah adanya bukti – dari masalah yang diperdebatkan. Kemudian, debat
(dialektika) yang dicela (madzmËm), yaitu debat yang membela kebatilan.
Lihat, IsmÉÑÊl MuÎÏafÉ IsmÉÑÊl YËsuf, Ibn ×azm al-AndalusÊ: ×ayÉtuhu-Falsafatuhu
(thesis magister di Universitas Islam Imam MuÍammad ibn SaÑËd, 1397 H),
hlm. 96.
[41] Sejatinya, yang dikritik oleh Ibn
×azm dalam bukunya al-Radd ‘alÉ Ibn al-Nughraylah al-YahËdÊ bukan
IsmÉÑÊl ibn al-Nughraylah, melainkan anaknya, YËsuf ibn al-Nughraylah. Lebih
detail, lihat Dr. IÍsÉn ÑAbbÉs, “Muqaddimah al-TaÍqÊq”, dalam Ibn ×azm, al-Radd
‘alÉ Ibn al-Nughraylah al-YahËdÊ wa RasÉ’il UkhrÉ, taÍqÊq: Dr. IÍsÉn ÑAbbÉs
(Cairo: Maktabah DÉr al-ÑArËbah, 1380 H/1960 M), hlm. 7-18.
[42] Lihat, Dr. MaÍmËd ‘AlÊ ×imÉyah, Ibn
×azm wa Manhajuhu fÊ DirÉsat al-AdyÉn (Cairo: DÉr al-MaÑÉrif, 1983), hlm.
243-244.
[43] Dan hemat penulis, pandangan ini
amat baik. Meskipun bertentangan dengan keyakinan umat Islam bahwa Rasulullah
adalah “rasul dan nabi” Allah yang diutus kepada seluruh manusia sebagai
“rahmat” bagi mereka. Bahkan, bukan hanya manusia, Rasulullah pun “rasul dan
nabi” kepada golongan jin. Hal ini, misalnya, dapat dikuatkan dengan firman
Allah dalam Qs. al-AnbiyÉ’ (21): 107. Lihat pula, Qs. al-RaÍmÉn (55): 31, dan
bandingkan dengan Qs. al-Jinn (72): 1-4.
[44] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1:
178-179.
[45] Lihat, ÑAbd al-WahhÉb ÑAbd
al-SalÉm ÙawÊlah, TaurÉt al-Yah Ëd wa al-ImÉm Ibn ×azm al-AndalusÊ (Damascus:
DÉr al-Qalam, 1425 H/2004 M), hlm. 32.
[46] Prof. Dr. Ahmad Syalabi, Agama
Yahudi, Terj. Syamsuddin Manaf (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), hlm. 231.
[47] Christopher D. Hudson, Carol
Smith, Valerie Weidemann, Buku Pintar Alkitab, Terj. Michael Wong
(Jakarta: PT Bethlehem Publisher, 2008), hlm. 2.
[48] Lihat pernyataan Paulus, “Memang
suatu hukum yang dikeluarkan dahulu dibatalkan, kalau hukum itu tidak mempunyai
kekuatan dan karena itu tidak berguna – sebab hukum Taurat sama sekali tidak
membawa kesempurnaan – tetapi sekarang ditimbulkan pengharapan yang lebih baik,
yang mendekatkan kita kepada Allah.” (Ibrani 7: 18-19).
[49] Dikutip oleh Al-AÑÐamÊ dari Helmut
Koester, “What Is – And is Not – Inspired”, Bible Review, vol. xi, no.
5, Oktober 1994, hlm. 18.
[50] Dikutip oleh Al-AÑÐamÊ dari P.W.
Comfort, Early Manuscript & Modern Translations of the New Testament (Baker
Books, 1990), hlm. 3.
[52] Helmut Koester, “What Is – And is
Not – Inspired”, Bible Review, vol. xi, no. 5, Oktober 1994, hlm. 18,
48. Lihat, Prof. Dr. MuÍammad MuÎÏafÉ Al-AÑÐamÊ, The History of the Qur’Énic
Text from Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New
Testaments, Edisi Indonesia, Sejarah Teks Al-Qur’Én dari Wahyu sampai
Kompilasi: Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,
Terj. Dr. Sohirin Solihin, Dr. Anis Malik Thoha, Dr. Ugi Suharto, dan Lili
Yulyadi, M.Sc. (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hlm. 313-314.
[53] Ahmed Deedat, The Choice:
Dialog Islam-Kristen, Terj. Dr. Setiawan Budi Utomo (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2008), hlm. 316.
[54] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 287.
[55] Lihat, Hakim-Hakim 4: 1-3.
[56] Lihat, Hakim-Hakim 7: 25.
[57] Lihat, Hakim-Hakim 10: 1-18.
[58] Lihat, Hakim-Hakim 13: 1-3.
[59] Lihat, Ibn ×azm, al-FaÎl,
1: 287-291.
[61] Pendeta AbË al-×assan IsÍÉq
al-ØËrÊ (Translator), al-TawrÉt al-SÉmiriyyah, ‘The Samaritain Torah:
The Complete Text of the Samaritain Torah in Arabic’ (Mesir: DÉr al-AnÎÉr,
1398 H/1978 M), hlm. 6-7 [dalam pengantar editor]. Buku ini diedit dan
disebarkan oleh Dr. AÍmad ×ijÉzÊ al-SaqÉ.
[62] Kejadian 1: 26-27.
[63] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 202.
[65] Qs. al-IkhlÉÎ (112): 1-4. Lihat
juga, Qs. al-SyËrÉ (42): 11. Dalam Qs. 42: 11 ini, Allah berfirman dengan
sangat jelas, “…tidak ada sesuatu pun yang seperti-Nya…”
[66] Kitab Kejadian 1: 26.
[67] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 206.
[68] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 209.
[69] Kitab Kejadian 6: 3.
[70] Kitab Kejadian 11: 11-32. Lihat
juga, Kitab Kejadian 25: 2-8; 35: 29; dan 47: 29. Ayat-ayat ini, sekali lagi,
membuktikan bahwa PL sangat jauh untuk disebut sebagai “Firman Tuhan”. Ia lebih
layak disebut sebagai catatan sejarawan yang tidak akurat dan tidak teliti
dalam melakukan “sensus” atau “investigasi” fakta-fakta sejarah mengenai usia
manusia.
[71] Ibn ×azm, al-FaÎl,
1: 209-210.
[72] Qs. al-NisÉ’ (4): 46.
[73] Lebih lanjut, lihat Qosim Nursheha
Dzulhadi, “Pandangan Islam terhadap TaurÉt dan InjÊl: Kajian Kritis”, dalam Kalimah,
Vol 9, No. 2, 2011, hlm. 4-5. Lihat juga, Qosim Nursheha Dzulhadi, “Studi
Perjanjian Lama: Kajian Kritis atas Teks, Sanad, dan Kandungan”, dalam Al-‘Ibrah,
Vol. 4, No. 1, 2007, hlm. 98-116.
[74] Kitab Kejadian 5: 32.
[75] Kitab Kejadian 11: 10-11.
[76] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 212.
[77] Roger Garaudy, Mitos dan
Politik Israel, Terj. Maulida Khiatudin (Jakarta: Gema Insani Press, 1421
H/2000 M), 19.
[78] Kitab Kejadian 15: 18. Di dalam
Bible, sungai Nil sampai sungai Efrat adalah tanah orang-orang: Keni, orang
Kenas, orang Kadmon, orang Het, orang Feris, orang Refaim, orang Amori, orang
Kanaan, orang Girgasi dan orang Yebus itu.” Lihat, Kitab Kejadian 15: 19-21.
[79] Roger Garaudy, Mitos dan
Politik Israel, hlm. 11.
[80] Prof. Dr. Ahmad Syafi’I Ma’arif, “Brutalisme
Zionisme dan Dunia Arab yang Lumpuh”, dalam Resonansi HU Republika, 6
Januari 2008.
[81] Yeyen Rostiyani, Inside Gaza:
Genosida Israel di Gaza dan Palestina (Jakarta Selatan: KinzaBooks, 2009),
hlm. 21.
[82] Satu farsakh itu sama
dengan 3 mil. Lihat, MujammaÑ al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-MuÑjam al-WasÊÏ
(Cairo: Maktabah al-SyurËq al-Dawliyyah, 1425 H/2004 M), hlm. 681.
[83] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1:
217-218.
[84] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 218.
[85] Roger Garaudy, Mitos dan
Politik Israel, hlm. 13.
[86] Lihat lebih luas, Dr. Adian
Husaini, Mau Menang Sendiri: Israel Sang Teroris yang Pragmatis?
(Surabaya: Pustaka Progressif, 2002). Buku aslinya adalah tesis penulisnya –
ketika menyelesaikan program Magister Hubungan Internasional – dan berjudul Pragmatisme
Politik Luar Negeri Israel: Studi Kasus atas Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Camp David II 11-25 Juli 2000.
2 Comments:
Ass. Wr. Wb
Sebuah tulisan yang menarik bang,
barangkali abang punya tulisan tentang pemikiran2 pendidikan Ibnu hazm tolong di email ke alamat mdanisuherman@gmail.com
terimakasih
Ass. Wr. Wb
Sebuah tulisan yang menarik bang,
barangkali abang punya tulisan tentang pemikiran2 pendidikan Ibnu hazm tolong di email ke alamat mdanisuherman@gmail.com
terimakasih
Posting Komentar
<<Kembali ke posting terbaru