Minggu, November 11, 2012

Ibn Hazm al-Andalusi dan Taurat Yahudi

Ibn ×azm al-AndalusÊ dan TaurÉt Yahudi:
Satu Pandangan Kritis
Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi
Al-FÉtiÍah
          Ibn ×azm al-AndalusÊ dikenal luas oleh dunia Islam sebagai seorang ulama yang multidisipliner, pemikir par excellence, dan ensiklopedik. Pikiran-pikirannya menjadi rujukan banyak orang, sehingga menjadikannya sebagai pemikir dan ÑÉlim besar dari Andalusia. Keluasan ilmunya diakui oleh ulama zamannya, baik pendukung maupun pengkritiknya. Ibn ×ayyÉn, misalnya, salah seorang pendukungnya mengakui bahwa Ibn ×azm itu “ibarat laut yang tak dapat dikotori oleh banyaknya ember yang masuk ke dalamnya”.[1] Dalam bidang syair, misalnya, menyatakan bahwa Ibn ×azm adalah orang terpenting diantara para penyair Andalusia yang hidup di masa keterpurukan khilÉfah.[2] Ringkasnya, Ibn ×azm merupakan “tokoh peradaban Islam”.[3]  Dan salah bukti kedalaman ilmunya adalah penguasaannya secara mendalam akan ilmu perbandingan agama (muqÉranat al-adyÉn)[4], khususnya mengenai agama Yahudi.
            Konsentrasinya terhadap agama Yahudi inilah yang akan penulis eksplorasi dalam tulisan ini. Mengenai bagaimana detailnya pemikiran Ibn ×azm dalam memandang agama Yahudi: apakah ia merupakan agama yang benar? Bagaimana kitab sucinya? Apakah masih mengandung kebenaran atau tidak? Apakah layak ia disebut sebagai Firman Allah atau tidak? Akan coba penulis jawab dalam tulisan ini. Berikut adalah ulasan mengenai itu semua dan akan dibahas di dalamnya empat hal penting: pertama, sketsa hidup Ibn ×azm berikut wisata rihlah ilmiah yang dilalui dan digelutinya, kedua, buah karya sang imam, dan ketiga, pandangannya terhadap agama Yahudi berikut TaurÉtnya.[5] Dan keempat, penutup.
Sketsa Hidup Sang Imam
Pada bagian ini akan diterangkan dua poin penting dari kehidupan Ibn ×azm. Pertama, sketsa kehidupan dan kedua, wisata ilmiah yang dilaluinya. Berikut ulasannya.
a.    Kehidupan Sang Imam
Nama lengkapnya ÑAlÊ ibn AÍmad ibn SaÑÊd ibn ×azm ibn GhÉlib ibn ØÉliÍ ibn SufyÉn ibn YazÊd. Kunyah (julukan)nya AbË MuÍammad, yang dia ungkapkan sendiri dalam berbagai bukunya. Namun ia dikenal luas dengan Ibn ×azm.[6] Namun demikian, Ibn ×azm memiliki banyak julukan, seperti: al-ImÉm al-AwÍad (“Imam Tunggal”), al-×ÉfiÐ, al-ÑÓlim (“Jenius dan Pintar”), dan NaÎir al-DÊn (“Pembela Agama”).[7] Dan menurut Prof. D. K. Betrof, Ibn ×azm adalah seorang filsuf, teolog, sejarawan, dan ilmuan-etik yang memiliki peninggalan agung mengenai sejarah negerinya seperti yang tertuang dalam karyanya Ùawq al-×amÉmah.[8]
Mengenai tanggal kelahirannya, Syekh AbË Zahrah menyatakan bahwa tidak ada seorang ÑÉlim pun, kecuali tanggal lahirnya tak dapat diketahui secara pasti. Karena – rata-rata – mereka dilahirkan tak dikenal dan wafat dalam keadaan terkenal. Sehingga, mayoritas mereka hanya diketahui tahun wafatnya saja. Kecuali Ibn ×azm. Dia mencatat secara detail hari, tanggal, bulan, dan tahun kelahirannya. Hal ini dia kuatkan dengan surat yang dikirimkannya kepada al-QÉÌÊ ØÉÑid ibn AÍmad al-JiyÉnÊ al-AndalusÊ (w. 562 H).[9] Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa ia dilahirkan di hari terakhir bulan RamaÌÉn 384 H, malam hari. Tepatnya, dia dilahirkan setelah fajar, sebelum terbitnya matahari. Hal ini menjelaskan bahwa keluarganya memiliki perhatian terhadap kelahiran anggota keluarganya. Sehingga Ibn ×azm dengan mudah bisa menerangkan hari dan tanggal kelahirannya secara detail. Selain hal itu menerangkan peradaban Andalusia dan perhatian masyarakatnya terhadap tanggal kelahiran mereka.[10] Tempat kelahirannya adalah Cordova[11], sebelah timur Andalusia.
Ia lahir dan hidup dalam keluarga dan rumah yang mulia dan terhormat (bayt Ñizzin wa syarafin wa majdnin). Nasab terjauh dari keluarga Ibn ×azm menjadi persilangan pendapat para sejarawan. Apakah kemuliaannya berasal dari asal yang jauh? Apakah nasabnya berasal dari Arab-Islam? Tampaknya, mayoritas sejarawan sepakat bahwa Ibn ×azm berasal dari etnik Arab-Islam, yaitu bersambung ke masa ÑUmar ibn al-KhaÏÏÉb. Karena kakeknya yang paling jauh, yaitu YazÊd, adalah seorang budak yang dimerdekakan (mawlÉ) oleh YazÊd ibn ibn AbÊ SufyÉn ibn ×arb al-UmawÊ yang dikenal dengan “YazÊd al-Khayr” yang memeluk Islam pada FatÍ Makkah (Hari Pembebasan Kota Mekah). Kemudian AbË Bakr mengangkatnya sebagai salah seorang pemimpin empat pasukan yang dikirim untuk membebaskan kota SyÉm, yang menuju ke Damascus.[12]
Ayahnya seorang menteri era al-×Éjib al-ManÎËr dan dikenal sebagai seorang ÑÉlim. Hal ini diterangkan oleh Ibn BisykawÉl:
“Seorang ahli ilmu, etika, dan kebaikan. Dia juga memiliki kedalaman pengetahuan dalam al-BalÉghah (Paramasastra). Pelbagai kemuliaan ini lah yang mengantarkan ayah Ibn ×azm sebagai menteri yang dipilih langsung oleh Ibn AbÊ ÑÓmir: yang dikenal sebagai orang yang mendalam hikmahnya dan disegani oleh orang banyak.”[13]
Ibn ×azm adalah sosok penuntut ilmu sejati. Dimana ia mencari ilmu bukan demi uang atau kehormatan, melainkan untuk merengkuh cahaya (nËr).[14] Hal ini dibuktikan dengan perdebatan yang terjadi antara dia dengan al-BÉjÊ, yang memberikan syarÍ (penjelasan) terhadap kitab al-MuwaÏÏa’. Al-BÉjÊ berkata kepadanya:
“Dalam menuntut ilmu, obsesiku lebih besar darimu. Karena engkau memiliki berbagai kemudahan untuk mendapatkannya. Engkau bangun di malam hari dengan diterangi lentera emas, sementara aku bangun malam menggunakan lilin.”
Ibn ×azm kemudian membalas:
“Pandangan itu sebenarnya lebih tepat untuk menohokmu, bukan untuk memuliakanmu. Karena dalam keadaan seperti itu engkau menuntut ilmu, dalam memiliki tujuan untuk mengubah keadaanmu seperti keadaanku. Sementara aku menuntut ilmu dalam keadaan yang engkau ketahui dan yang engkau sebutkan itu. Aku menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan derajat ilmu yang tinggi di dunia dan di akhirat.”[15]
     Memang, Ibn ×azm menuntut ilmu bukan untuk mencari kemewahan, popularitas, maupun jabatan. Melainkan didasarkan pada keikhlasan, keimanan yang mendalam mengenai nilai ilmu dan pengaruhnya dalam mengubah manusia dan memberikan manfaat kepada mereka. Karena, memang, kehidupan yang baik kebanyakan membawa nafsu untuk berlebihan dalam mencari kenikmatan dan kesenangan. Sebagai ganti dari hidup “serba apa-adanya” dalam menuntut ilmu dan sabar dalam menghasilkannya. Namun, bagi orang-orang berakal dan pecinta ilmu pengetahuan, limpahan materi merupakan sekadar “pembantu” ilmu dan penolong dalam menghasilkannya.[16]
Maka, sejak dini Ibn ×azm sudah menghafal Al-Qur’an, melalui jiran dan keluarga dekatnya, yang kesemuanya adalah perempuan. Karena dia tidak mengenal laki-laki kecuali setelah beranjak dewasa. Bukan hanya itu, dari para wanita itu dia belajar syair dan khat (kaligrafi).[17] Meskipun begitu, guru pertamanya adalah bapaknya sendiri. Dia kemudian bersama AbË al-×usayn ibn ÑAlÊ al-FÉrisÊ belajar di majelis ilmu AbË al-QÉsim ÑAbd al-RaÍmÉn ibn Zayd al-AzdÊ, yang dia panggil sebagai “syekh kami” dan “guruku” (syaikhunÉ wa ustÉdzÊ). Lewat gurunya ini lah dia mengenal arti perbuatan jahat dan maksiat. Gurunya ini wafat dalam perjalanannya ke Mekah dalam rangka menunaikan ibadah haji.
Dari sana, Ibn ×azm telah “menyingkap” kehidupan pribadinya yang sangat mewah. Hanya saja, dia dapat menjaga kehormatannya dirinya. Apalagi dia banyak dididik oleh para wanita, yang terbukti sangat concern terhadap perkembangan awal keilmuannya. Disamping kontrol orang-tuanya yang sangat perhatian terhadap pertumbuhan dirinya. Dan tentunya, kehebatan murÉqabah terhadap dirinya menjadikannya sosok seorang ÑÉlim yang istiqÉmah. Hal ini dibuktikan dengan kedekatannya dengan para ulama – untuk mengaji ilmu-ilmu Islam.[18]
Namun ternyata, kemewahan yang dinikmatinya – karena ayahnya seorang menteri – tidak berlangsung lama. Karena pada usianya ke-15 tahun, dia merasakan getirnya kehidupan. Di usianya itu, HisyÉm al-Mu’ayyad berkuasa, sehingga beliau dan keluarganya mengalami “pencekalan” dan pembuangan. Fitnah pun menyebar hingga ayahnya wafat. Peristiwa itu beliau catat dengan sangat rinci: setelah shalat ÑAÎr, hari Sabtu, bulan DzulqaÑdah, tahun 402 H.[19] Setelah peristiwa getir ini, gelombang fitnah ternyata tidak mereda, malah merebak kemana-mana. Hal ini memaksa dirinya terpaksa meninggalkan Cordoba dan pergi ke Almeria.[20]
Hal itu semua merupakan pelajaran yang sarat makna: yang menguatkan kepribadiannya kelak. Karena “kenikmatan-mutlak” terkadang tidak memberikan apa-apa kepada pemiliknya. Kehidupan bisa saja semakin buruk, karena tidak merasakan letihnya bekerja dan lelahnya hidup berjuang, tidak merasakan nikmatnya kucuran keringat, dan kerasnya serangan musuh. Sehingga, tidak dapat dirasakan manis-getirnya kehidupan. Warna-warni itu lah yang dirasakan oleh Ibn ×azm al-AndalusÊ.[21]
b.    Wisata Ilmiah Sang Imam
Meskipun Ibn ×azm hidup di dalam istana kerajaan, namun tak menutup dirinya untuk membuka “jendela” ilmu pengetahuan. Tentunya, ini tidak terlepas dari kehidupan yang dilakoninya. Dimana di masanya sedang terjadi kebangkitan ilmu dan kebangkitan pemikiran (al-naÍÌah al-fikrÊ). Dan jika diringkas, suasana ilmiah pada masanya adalah sebagai berikut:
1.      Perhatian para penguasa UmawÊ terhadap ilmu. Hal ini tampak jelas pada: (a) pemuliaan terhadap para ulama dan memberikan harta kepada mereka. Ini menjadikan mereka lebih leluasa untuk pergi ke Andalusia dalam menyebarkan ilmu pengetahuan; (b) meluasnya gerakan terjemah, terutama terhadap buku-buku berbahasa Yunani. Lalu muncullah para filsuf Muslim di Andalusia, seperti: Ibn Rusyd[22] dan Ibn BÉjjah.[23] Dan tokoh-tokoh ini memberikan pengaruh besar terhadap karya Ibn ×azm dalam tulisannya mengenai retorika (al-khiÏÉbah), logika (al-manÏiq), dan dalam berdialog dengan berbagai aliran (al-firaq); (c) merebaknya pendirian perpustakaan dan memperbanyak literatur di berbagai daerah kerajaan. Hal ini memicu lahirnya berbagai diskusi ilmiah; (d) munculnya pembuatan kertas di Andalusia, terutama di kota ShaÏibah (Shativa).
2.      Hal-hal di atas membuahkan ilmu,melahirkan banyak ulama, dan menelurkan banyak karya. Diantara para ulama yang lahir adalah: AbË al-WalÊd al-FaraÌÊ (w. 403 H), Ibn ÑAbd al-Barr (w. 463 H), AbË al-WalÊd al-BÉjÊ (w. 474 H), Ibn ÑAÏiyyah (w. 541 H), Ibn Rusyd, dan Ibn ×azm: yang memperkaya perpustakaan ilmu dengan karya-karyanya yang beragam.
3.      Perhatian keluarga yang ada di Andalusia untuk mengumpulkan buku berdasarkan tujuan mereka yang berbeda-beda. Ada yang mengoleksinya untuk hiasan lemari, ada yang mengumpulkannya untuk dibaca, dikritik, dan diedit. Dan diantara keluarga yang melakukan hal itu adalah keluarga Ibn ×azm sendiri.
4.      Adanya perpustakaan yang dibangun oleh ÑAbd al-RaÍmÉn al-NÉÎir, yang berkuasa selama 50 tahun. Perpustakaan ini menyimpan sekian banyak buku dan Ibn ×azm telah menelaah buku-buku tersebut. Perpustakaan ini bertahan hingga terjadi fitnah (kerusuhan) di Cordova tahun 399 H hingga tahun 403 H.
5.      Adanya benturan (al-ÎirÉÑ) antara umat Islam dan agama-agama lain di Andalusia, yang membidani lahirnya gerakan pemikiran (al-Íarakah al-fikriyyah).
6.      Gerakan ilmiah di Andalusia tidak dipengaruhi oleh kedatangan raja-raja kelompok kecil. Sebaliknya, mereka malah mengikuti metode raja-raja UmawiyyÊn hingga bangkitlah sastra (al-adab) dan sains (al-Ñilm) di zaman mereka. Dan akhirnya, lahirlah berbagai karya dalam sastra dan sains tersebut.[24]
Maka tidak heran jika kemudian kondisi di atas sangat berpengaruh kepada diri Ibn ×azm dalam menuntut ilmu. Dan wisata ilmiahnya dimulai dengan menghafal bait-bait syair, menghafal Al-Qur’an, kaligrafi dan menulis. Dan ini semuanya beliau peroleh dari guru-guru wanita.[25] Guru pertama – secara formal – Ibn ×azm adalah Ibn al-JasËr.[26] Dan beliau menuntut ilmu kepada Ibn al-JasËr sebelum tahun 400-an. Artinya, sebelum genap 16 tahun, beliau sudah mulai menuntut ilmu. Plus, beliau diberi kemudahan dalam menuntut ilmu karena kecerdasan dan kejeniusannya. Memorinya sangat kuat dan kekuatan nalarnya menyala-nyala.
Pada mulanya, beliau belajar fiqh menurut mazhab Imam MÉlik: sebagai mazhab fiqh mayoritas masyarakat Andalusia saat itu. Kemudian beliau menguasai fiqh dalam mazhab Imam SyÉfiÑÊ. Meskipun akhirnya beliau kembali ke mazhab ahl al-ÐÉhir (tekstualis, literalis). Dan perbedaan pandangan antara beliau dan ulama di zamannya disinyalir sebagai penyebab adanya tuduhan tak baik kepadanya. Sehingga masyarakat awam dilarang untuk mendatanginya – untuk menuntut ilmu_pen. Hanya saja, beliau tak ambil pusing dan terus menulis karyanya dan mengajarkannya di kampung halamannya hingga wafat. Hal itu menjadikan namanya harum dan dianggap sebagai salah seorang ulama tersohor.[27]
Dalam menuntut Imam Ibn ×azm berbeda dengan imam-imam lainnya: yang mayoritas melakukan riÍlah (perjalanan) meninggalkan kampung halamannya. Seperti yang dilakukan, misalnya, oleh Imam al-SyÉfiÑÊ, Imam AÍmad ibn ×anbal, Imam Muslim, Imam Ibn al-JawzÊ, Imam Ibn Taimiyyah, atau Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah dan yang lainnya. Karena beliau hanya melakukan “wisata ilmiah” di Andalusia: dari sebelah timur hingga barat. Dan mayoritas wisata ilmiah ini beliau lakukan dalam keadaan terpaksa, karena memang harus dilakukan. Dan jika dilihat secara rinci, wisata ilmiahnya dapat dilihat sebagai berikut:
1.      Dari timur Cordova hingga baratnya, tahun 399 H.
2.      Dari Cordova ke Almeria, tahun 404 H. Pada perjalanan tahun ini lah beliau menulis bukunya al-Radd ÑalÉ Ibn al-Nughraylah.
3.      Dari Almeria ke istana al-×iÎn, tahun 407 H.
4.      Dari al-×iÎn ke Valencia, tahun 408 H.
5.      Dari Valencia kembali ke Cordova, tahun 409 H.
6.      Dari Cordova ke ShÉÏibah, tahun 417 H. Untuk berapa lama beliau tinggal di ShÉÏibah yang menjadikannya sempat menulis Ùawq al-×amÉh[28], al-TaqrÊb li ×add al-ManÏiq, dan sebagian kecil dari al-FaÎl.
7.      Wisata ke Benteng al-Bunt, tahun 421 H. Kali ini beliau menulis FaÌÉ’il ÑUlamÉ’ al-Andalus.
8.      Ke pulau Mayorca, tahun 421 H. Pada wisata ini, beliau dipertemukan dengan seorang muridnya yang terkenal al-×umaydÊ.[29] Dan pada wisata kali ini pula beliau bertemu dengan AbË al-WalÊd al-BÉjÊ, yang akhirnya mereka banyak melakukan perdebatan.
9.      Melakukan perjalanan ke DÉniyah (tahun tak diketahui).
10.  Ke Sevilla, tahun 422 H.
11.  Dari Sevilla, beliau pergi perkampungan Lablah, di Manta LÊsham. Di sanalah beliau menetap: menulis dan menyebarkan ilmunya hingga wafat.[30]
Dan tentunya, keluasan ilmu yang dimilikinya bukan sekadar hasil atau oleh-oleh dari wisata ilmiah yang dilakukannya. Melainkan beliau memiliki sekian banyak guru yang menjadi sumber ilmu-pengetahuannya. Diantara guru-gurunya adalah:
1.      AbË MuÍammad al-RahwanÊ ibn YËsuf ibn NÉmÊ.
2.      MasÑËd ibn SulaymÉn ibn Muflit AbË al-KhiyÉr.[31]
3.      AbË al-QÉsim ÑAbd al-RaÍmÉn ibn AbÊ YazÊd al-MiÎrÊ.
4.      AbË ÑUmar AÍmad ibn MuÍammad ibn al-JasËr.
5.      MuÍammad ibn al-×asan al-MadzÍajÊ al-QurÏubÊ, dikenal dengan Ibn al-KanÉnÊ.
6.      ÑAlÊ ÑAbd AllÉh al-AzdÊ, dikenal dengan Ibn al-FaraÌÊ.[32]
Dan tentunya, guru beliau masih banyak lagi. Apa yang disebutkan hanya sekadar menyebut contoh. Oleh karenanya DalÉl dalam disertasinya yang berjudul ÓrÉ al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr[33] menyebutkan bahwa guru beliau sebanyak 26 orang. Itu pun beliau sebutkan selain guru-gurunya yang telah disebutkan oleh orang lain yang berjumlah 48 orang. Maka amat wajar, wisata ilmiah dan banyaknya guru menjadikan Ibn ×azm seorang ‘Élim yang banyak melahirkan karya, seperti yang akan kita lihat dalam pembahasan berikut.

Buah Pena Ibn ×azm
Ibn ×azm adalah sosok ‘Élim yang memiliki kedalaman ilmu. Hal ini, seperti disinggung sebelumnya, dibuktikan dengan banyaknya gelar dan karya yang ditulisnya. Bahkan, menurut Syekh MuÍammad AbË Zahrah, sejarah belum mengenal seorang ÑÉlim berbagai cabang ilmu, seperti yang melekat pada diri Ibn ×azm. Beliau adalah seorang penulis yang sastrawan. Memiliki karya yang mendalam dalam filsafat dan logika. Beliau tergolong seorang ÑÉlim yang berani. Bahkan, berani menyalahkan Aristoteles dalam logikanya. Maka, beliau pun berjalan di atas metode logikanya sendiri, yang berbeda dengan logika Aristoteles. Dan beliau adalah seorang sejarawan yang handal, yang dibuktikan lewat karyanya al-AnsÉb.[34]
Dan hal di atas, beliau buktikan lewat berbagai karyanya yang beragam, seperti yang dapat dilihat berikut ini:
1.      JawÉmiÑ al-SÊrah wa Khams RasÉ’il UkhrÉ.[35]
2.      IbÏÉl al-QiyÉs wa al-Ra’yi wa al-IstiÍsÉn wa al-TaqlÊd.
3.      al-IttiÎÉl.
4.      al-IÍkÉm fÊ UÎËl al-AÍkÉm.
5.      al-AkhlÉq wa al-Siyar.
6.      al-IstiqÎÉ’.
7.      AsmÉ’ al-ØaÍÉbah wa al-RuwÉh wa Likullin Minhum min al-AÍÉdÊts.
8.      AsmÉ’ AllÉh al-×usnÉ.
9.      Al-UÎËl wa al-FurËÑ.
10.  IÐhÉr TabdÊl al-YahËd wa al-NaÎÉrÉ li al-TawrÉh wa al-InjÊl wa BayÉn mÉ Bi’aydÊhim min DzÉlika MimmÉ lÉ YaÍtamil al-Ta’wÊl.
11.  Al-ImÉmah wa al-SiyÉsah.
12.  Al-ÔÎÉl ilÉ Fahm KitÉb al-KhiÎÉl al-JÉmiÑah li MuÍaÎÎil SyarÉ’iÑ al-IslÉm fÊ al-WÉjib wa al-×alÉl wa al-×arÉm.
13.  Al-BayÉn Ñan ×aqÊqat al-ÔmÉn.
14.  Al-TaÍqÊq fÊ Naqd ZakariyyÉ al-RÉzÊ fÊ KitÉbihi al-ÑIlm al-IlÉhÊ.
15.  Al-TaqrÊb li ×udËd al-ManÏiq.
16.  Al-TalkhÊÎ li WujËd al-TakhlÊÎ.
17.  TanwÊr al-QiyÉs.
18.  Al-TawfÊq ilÉ SyÉriÑ al-NajÉh bi IkhtiÎÉr al-ÙarÊq.
19.  Al-JÉmiÑ fÊ ØaÍÊÍ al-×adÊts bi IkhtiÎÉr al-AsÉnÊd.
20.  Jamharat al-AnsÉb.
21.  Al-Durrah: FÊ TadqÊq al-KalÉm FÊmÉ Yalzamu al-InsÉn IÑtiqÉduhu, wa al-Qawl fÊ al-Millah wa al-NiÍlah bi IkhtiÎÉr wa BayÉn.
22.  Ùawq al-×amÉmah.
23.  Al-Radd ÑalÉ Ibn al-Nughraylah, di-taÍqÊq oleh Dr. IÍsÉn ÑAbbÉs.
24.   Al-MuÍallÉ, di-taÍqÊq oleh Syekh AÍmad SyÉkir, ÑAbd al-RaÍmÉn al-JuzayrÊ, kemudian disempurnakan oleh MuÍammad MunÊr al-DimasyqÊ dalam 11 jilid tahun 1957 M.
25.  Al-FaÎl fÊ al-Milal wa al-AhwÉ’ wa al-NiÍal.[36]
26.  Al-ImÉmah al-ØugrÉ.
27.  Al-TÉrÊkh al-ØaghÊr fÊ AkhbÉr al-Andalus.
28.  DaÑwat al-Milal fÊ AbyÉt al-Matsal.
29.  Al-Radd ÑalÉ al-ÙaÍÉwÊ fÊ al-IstiÍsÉn.
30.  Al-Radd ÑalÉ Man QÉla: Inna TartÊb al-Suwar Laysa min ÑIndi AllÉh, Bal Huwa FiÑl al-ØaÍÉbah.
31.  RisÉlat al-TalkhÊÎ fÊ TakhlÊÎ al-DuÑÉ’.
32.  RisÉlah fÊ al-NisÉ’.
33.  RiwÉyat AbÉn ibn YazÊd al-ÑAÏÏÉr Ñan ÑÓÎim fÊ al-QirÉ’Ét.
34.  Al-ÑÓnis fÊ ØadamÉt.
35.  Al-QirÉ’Ét.
36.  Al-NaqÌ ÑalÉ AbÊ al-ÑAbbÉs ibn Surayj.[37]
Karyanya yang begitu banyak sejatinya mengindikasikan bahwa beliau adalah seorang ÑÉlim yang jenius. Karena beliau dianugerahi memori yang kuat oleh Allah. Dalam masalah hadits, misalnya, beliau sudah termasuk seorang ÍÉfiÐ.[38] Dan keluasan ilmunya itu beliau jadikan sebagai media dakwah. Termasuk ketika beliau berbicara mengenai agama orang lain, khususnya Yahudi, beliau tetap menampilkan kebenaran agama Islam. Sebagaimana akan kita ketahui pada pembahasan berikut.
Pandangan Ibn ×azm terhadap Yahudi
Pandangan Ibn ×azm terhadap agama-agama lain, khususnya Yahudi merefleksikan posisinya sebagai seorang ÑÉlim yang dialektis (jadalÊ). Dan, memang, mayoritas sejarawan pemikiran Islam menggolongkannya kepada “Ahl al-Jadal” (“Pakar Dialektika/Debat”). Hal ini, misalnya, diungkapkan oleh salah seorang sejarawan asal Andalusia, AbË MarwÉn ibn ×ayyÉn sebagai berikut[39]:
ولهذا الشيخ أبـى محمد مع يهود لعنهم الله، ومع غيرهم من أولى المذاهب المرفوضة من أهل الإسلام، مجالس محفوظة، وأخبار مكتوبة. وله مصنفات فى ذلك معروفة من أشهرها فى علم الجدل كتابه "الفصل بين أهل الآراء والنحل"، وكتاب "الصادع والرادع على من كفر أهل التأويل من فرق المسلمين"، وكتاب "الرد على من قال بالتقليد...إلخ.
“Dan Syekh AbË MuÍammad bersama dengan Yahudi yang dilaknat oleh Allah dan sekte-sekte Islam yang ditolak memiliki kisah perdebatan yang terjaga (terdokumentasikan) dan kisah-kisah tertulis. Dalam mengenai ini (dialektika_pen.) beliau memiliki banyak karya, yang paling penting adalah al-FaÎl bayna Ahl al-ÓrÉ’ wa al-NiÍal, al-ØÉdÑ wa al-RÉdiÑ ÑalÉ Man Kaffara Ahl al-Ta’wÊl min Firaq al-MuslimÊn, dan al-Radd ÑalÉ Man QÉla bi al-TaqlÊd.”
Namun demikian, dalam berdialektika, Ibn ×azm tidak melakukan konsep gebyah uyah alias generalisasi. Karena menurutnya, dialektika (debat dan dialog) memiliki etika dalam Al-Qur’an. Karena memang ada dialektika yang baik (dipuji) dan diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an.[40] bukan hanya itu, Ibn ×azm memiliki alasan lain mengapa harus “mengkritik” agama Yahudi berikut ajaran dan keyakinannya. Ibn ×azm hidup di masa Yahudi sudah menduduki berbagai posisi penting-strategis dalam pemerintahan Islam. Ini tak terlepas dari tingginya nilai toleransi dalam Islam itu sendiri (samÉÍat al-IslÉm). Dan diantara tokoh-pentolan Yahudi yang menikmati posisi itu adalah “IsmÉÑÊl ibn al-Nughraylah al-YahËdÊ”.[41] Padahal, Ibn al-Nughraylah adalah salah seorang Yahudi yang “dimarjinalkan” di Andalusia. Namun dengan berbagai tipu-muslihatnya, ia berhasil meyakinkan pemerintah Islam dan membuat mereka takjub. Sampai akhirnya bisa menjadi perdana menteri BÉdÊs. Karena posisinya ini dia berhasil menjadi remote control negara, bahkan sama-sama mengatur jalannya pemerintahan. Akhirnya, Ibn Nughraylah berhasil mengutak-atik “Si Sultan” dan menempatkan orang-orang Yahudi pada posisi penting dalam administrasi dan keuangan, sehingga orang-orang ini mendapat kehormatan dan akhirnya meminggirkan umat Islam.
Anehnya, para penguasa Muslim ketika itu menolak untuk memberikan “batasan” terhadap kebodohan yang yang mereka lakukan. Itu karena kelemahan dan kerusakan mereka sendiri, sehingga sibuk minum-minuman dan foya-foya, meninggalkan tradisi yang berlaku, seperti melindungi kaum perempuan, bahkan sudah tak peduli dengan urusan Islam. Akhirnya, kondisi ini menyulut kemarahan orang banyak. Maka, tidak mengherankan jika kemudian Ibn ×azm membawa “senjata-pemikiran” (silÉÍ al-fikr) untuk membela agamanya. Namun sebelumnya dia benar-benar mempersiapkan diri, dengan cara membaca TawrÉt dengan penuh-kesadaran. Setiap teks dia baca dan digali maksud yang ada di sebaliknya dan memahami maknanya. Dan sepertinya, Ibn ×azm tidak hanya memiliki satu naskah TawrÉt yang sudah diterjemahkan. Karena dia selalu menyatakan, “Aku telah melihatnya dalam naskah yang berbeda (lain).”[42]

Dan karena dialektika dan kritik Ibn ×azm diarahkan kepada Yahudi dan TaurÉt, maka pada bagian ini, penulis mencoba memaparkan pandangannya terhadap Yahudi dan TaurÉtnya, melalui gaya dialektika dan metode kritik sejarahnya (al-naqd al-tÉrÊkhÊ). Hal ini dapat kita lihat dalam penjelasan di bawah ini.
A.   Yahudi Menurut Ibn ×azm
Menurut Ibn ×azm, penganut agama Yahudi terbagi ke dalam lima kelompok (golongan), yaitu:
1.      Al-SÉmiriyyah, kelompok yang menyatakan bahwa kota al-Quds adalah Nabuls, sekitar 18 mil dari Bayt al-Maqdis. Kelompok ini tidak faham tentang keagungan al-Quds. Mereka memiliki TaurÉt yang berbeda dengan TaurÉt kelompok Yahudi yang lain. Kelompok ini juga tidak menerima “kenabian” (al-nubuwwah) di kalangan setelah wafatnya MËsÉ dan Yosea. Akhirnya, mereka mendustakan kenabian Simon, Dawud, Sulayman, Isaiah, Yesaya, Ilyas, Amos, Habakuk, Zakaria, Yeremia, dan yang lainnya. Selain itu, mereka juga mengingkari hari kebangkitan (al-biÑtsah). Kelompok ini berdiam di SyÉm dan tidak keluar dari sana.
2.      Al-ØadËqiyyah (Saduki), kelompok yang menisbatkan dirinya kepada seseorang yang bernama Saduk. Kelompok ini menyatakan bahwa Ezra (Islam: ÑUzair) adalah anak Allah –Maha Suci Allah dari yang mereka katakan. Dan kelompok ini terdapat di daerah Yaman.
3.      Al-ÑAnÉniyyah, pengikut ÑÓnÉn al-DÉwËdÊ al-YahËdÊ. Kelompok ini dinamakan oleh orang-orang Yahudi dengan “al-QurrÉyËn” dan “al-Mayn”. Mereka menolak hukum TaurÉt dan ajaran-ajaran yang ada di dalam kitab para nabi. Mereka juga menolak pendapat para rabbi (aÍbÉr) bahkan mendustakan mereka. Kelompok ini berdiam di Iraq, Mesir, dan SyÉm. Di Andalusia mereka berada di Toledo dan Talbera.
4.      Al-RabbÉniyyah atau al-AsyÑaniyyah. Satu kelompok Yahudi yang mengikuti pendapat para rabbi (aÍbÉr). Mereka adalah kelompok mayoritas dalam agama Yahudi.
5.      Al-ÑÔsawiyyah, yaitu pengikut AbË ÑÔsÉ al-AÎbahÉnÊ, seorang Yahudi yang berada di AÎbahÉn. Menurut Ibn ×azm, namanya adalah MuÍammad ibn ÑÔsÉ. Kelompok ini lah yang mengakui kenabian ÑÔsÉ ibn Maryam dan MuÍammad s.a.w. Mereka menyatakan bahwa ÑÔsÉ diutus oleh Allah sebagai rasul kepada Bani Israil seperti yang diberitakan di dalam InjÊl dan dia adalah seorang nabi diantara nabi-nabi Bani Israil. Mereka juga berpandangan bahwa MuÍammad adalah seorang rasul yang diutus oleh Allah dengan membawa syariat Al-Qur’an kepada Bani IsmÉÑÊl dan seluruh bangsa Arab.[43] Sama halnya dengan nabi AyyËb: sebagai nabi di Bani ÑAyÎ. Juga seperti BalÑÉm yang menjadi nabi di Bani Moab, menurut kesepakatan seluruh kelompok (sekte) Yahudi.[44]
Setelah membicarakan kelompok (sekte) Yahudi, ada baiknya kita melihat bagaimana pandangan Ibn ×azm terhadap TaurÉt, yang dianggap sebagai kitab suci kaum Yahudi itu.
B.   TaurÉt Yahudi
Yahudi dan Kristen memiliki kitab suci masing-masing. Istilah Perjanjian Lama (al-ÑAhd al-QadÊm, Old Testament) merupakan adalah bentuk metaphor untuk TaurÉt.[45] Karena PL merupakan nama ilmiah dari bagian kitab Yahudi. Dan TaurÉt merupakan bagian dari PL itu sendiri.[46] Menurut sarjana Kristen, PL terdiri dari “39 kitab” yang berbeda. Dan menurut mereka, kitab-kitab ini diilhami oleh Tuhan, tetapi ditulis oleh orang yang berbeda-beda dalam kehidupan yang berbeda dan untuk tujuan yang berbeda-beda namun memiliki satu rencana besar yang sama: keselamatan.[47]
Apa yang disebut “diilhami” dalam pernyataan di atas jelas tidak dapat dipertanggungjawabkan, jika dikontraskan dengan isi dan kandungan Bible yang ada. Karena semuanya “menegaskan” bahwa Bible – menurut Ibn ×azm khususnya TaurÉt – bukan “Firman Allah”. Apalagi melihat perbuatan Paulus yang menghapuskan hukum TaurÉt, seperti “khitan”. Menurutnya PL telah “batal” dan akhirnya dilucuti hukum-hukumnya. Bukan hanya, menurut Paulus, PL itu lemah dan tidak berguna serta tak menyempurnakan apapun.[48]
Menguatkan penolakan terma “inspirasi” terhadap Bible, dapat dilihat bagaimana pandangan Al-AÑÐamÊ:
“Inspirasi, ide bahwa Tuhan secara nyata memberikan visi atau kemampuan atau wahyu secara langsung kepada seseorang merupakan sebuah konsep yang sentral dari semua agama monoteistik. Akan tetapi, PB tidak pernah mengklaim dirinya sebagai karya dari sebuah inspirasi. Satu-satunya bagian yang mungkin menunjukkan inspirasi ini adalah 2 Timotius 3: 16, bahwa, “Setiap Kitab Suci terinspirasikan dan berguna untuk pengajaran.” Yang dimaksudkan di sini bagaimanapun juga adalah PL, sebab PB belum lagi dikompilasikan dalam bentuk yang kita kenal saat ini. Seorang penulis abad kedua, Justin Martyr, lebih lanjut mengklarifikasi bahwa inspirasi ini dimaksudkan bukan pada teks Ibrani yang ada, tetapi hanya pada keakuratan penerjemahannya ke dalam bahasa Yunani Kuno.”[49]
            Memang, sarjana-sarjana Kristen sering membumbui tulisan-tulisan mereka dengan terminologi “inspirasi”; misalnya P.W. Comfort menyatakan, “Individu-individu tertentu…diberi inspirasi oleh Tuhan untuk menulis penjelasan-penjelasan Injil untuk membakukan tradisi oral.”[50] Dan lagi, para juru tulis yang mengopi PB pada tahap belakangan, “Mungkin menganggap mereka telah terinspirasikan oleh roh dalam membuat penyesuaian-penyesuaian tertentu dengan contoh.”[51]
            Namun para pengarang empat Injil yang anonim itu boleh jadi sangat tidak sependapat dengan Prof. Comfort. Injil yang terawal, Markus, dianggap sebagai sumber utama oleh para pengarang Matius dan Lukas, yang telah mengubah, menghapus, dan menyingkat banyak kisah-kisah Markus. Perbuatan ini tidak mungkin terjadi, jika mereka menganggap bahwa Markus diberi inspirasi oleh Tuhan, atau bahwa kata-katanya merupakan kebenaran sejati.[52]
            Memang, melihat versi InjÊl yang ada, kita tidak dapat mengatakan kecuali memang kitab-kitab itu dikarang oleh manusia, bukan turun sebagai “wahyu” dari Allah. Dalam agama Katholik dan Protesten saja sudah sangat mencolok perbedaannya. Karena apa yang disebut InjÊl sejatinya merupakan “Gospel” (ajaran) atau “berita baik” yang diajarkan Yesus Kristus selama masa tugasnya yang singkat. Penulis “Gospel” sering menyebut Yesus melakukan dan mengajarkan ajaran tersebut (InjÊl).
1.      “Demikianlah Yesus berkeliling…memberitakan InjÊl…serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan.” (Matius 9: 35);
2.      “…barangsiapa kehilangan nyawanya karena aku dan karena InjÊl, ia akan menyelamatkannya.” (Markus 8: 35);
3.      “…memberitakan InjÊl…” (Lukas 20: 1).
InjÊl adalah kata yang sering digunakan, tetapi InjÊl yang bagaimanakah yang diajarkan Yesus? Dari 27 kitab PB, hanya sedikit yang dapat diterima sebagai perkataan Yesus. Umat Kristen bangga dengan InjÊl Matius, InjÊl Markus, InjÊl Lukas, dan InjÊl Yohanes, tetapi tak ada sebuah pun InjÊl Yesus! Dengan tulus kita meyakini bahwa sebagala sesuatu yang diajarkan Yesus berasal dari Tuhan. Itulah InjÊl, berita baik dan petunjuk dari Tuhan untuk Bani Israil.[53]
Kembali kepada masalah TaurÉt, sejak awal Ibn ×azm pun sudah menyatakan bahwa TaurÉt sudah dipalsukan (mengalami distorsi dan interpolasi: muÍarrafah)[54], khususnya TaurÉt SÉmiriyyah (The Samaritain Torah). Tentang bagaimana sejatinya TaurÉt yang mengalami distorsi dan interpolasi (taÍrÊf wa tabdÊl) ini, penulis akan mengulas beberapa contoh yang menegaskan bahwa TaurÉt, dalam pandangan Ibn ×azm, memang telah dipalsukan.
1.    Fakta Historis  
Ibn ×azm mengupas panjang lebar perjalanan Yahudi sejak kematian nabi MËsÉ, hingga masa kekuasaan  raja pertama mereka: Saul. Dalam rentang waktu itu, mereka mengalami tujuh kali “murtad”: meninggalkan keimanan yang benar, yang akhirnya menyeret mereka kepada penyembahan terhadap berhala:
Pertama, mereka menyembah berhala selama 8 tahun pada masa ØËr dan ØaydÉ. Kedua, menyembah berhala selama 18 tahun pada masa raja Eglon, raja Moab. Ketiga, mereka kufur selama 20 tahun, pada masa Yabin, raja Kanaan.[55] Keempat, mereka kufur dan menyembah berhala selama 7 tahun pada masa Oreb dan Zeeb, raja Midian.[56] Kelima, dan selama 25 tahun mereka tidak jelas berada pada keimanan atau kekufuran.[57] pada masa. Keenam, Yahudi kufur dan dikuasi oleh Bani Amon selama 18 tahun. Ketujuh, kemudian mereka dikuasai oleh orang-orang Filistin (Kanaan) dan yang lainnya selama 40 tahun berada dalam kekufuran.[58]
Jadi, menurut Ibn ×azm, kitab suci apa sekian lama kaum Yahudi berada dalam “kekufuran” dan penyembahan terhadap “berhala”. Dan sekian lama mereka tidak beriman dalam satu kota yang dapat dikelilingi hanya dalam tiga hari. Dan tidak ada seorang pun yang memeluk agama mereka dan mengikuti kitab mereka di muka bumi ini, selain mereka sendiri. Kemudian Saul meninggal dan (selanjutnya) digantikan oleh Dawud. Mereka malah menuduhnya melakukan “zina” secara terang-terangan dengan ibu Solomo (Islam: SulaymÉn). Dari perzinaan Dawud ini lah lahir seorang anak, yang meninggal sebelum kelahiran Solomo. Dan ketika Solomo menggantikan bapaknya, Dawud, tuduhan yang sama dinisbatkan kepadanya oleh orang-orang Yahudi.[59]
Dengan demikian, secara historis, TaurÉt Yahudi memang sudah mengalami distorsi dan penyimpangan. Maka wajar jika otentisitas dan validitas kandungannya sangat diragukan. Konon lagi terdapat perbedaan TaurÉt yang ada di tangan sekte al-SÉmiriyyah (Samaritain) dan sekte mayoritas Yahudi. Dimana menurut sekte al-SÉmiriyyah, TaurÉt yang ada di tangan kaum Yahudi selain mereka tidak valid dan tidak otentik.[60]
Tentang kapan TaurÉt “diubah” oleh Bani Israil, Dr. AÍmad ×ijÉzÊ al-SaqÉ menyatakan bahwa itu terjadi pada tahun 586 SM di Babilonia. Dimana orang-orang Ibrani dan al-SÉmiria sepakat untuk mengubahnya. Hal ini mereka lakukan karena mereka menjadi tahanan orang Babilonia. Karena mereka menyadari bahwa dunia tidak berpihak kepada mereka dan roda kebaikan terus berjalan mendekati Bani IsmÉÑÊl. Maka mereka pun berusaha untuk mempertahankan identitas mereka selama-lamanya. Lalu ditulislah TaurÉt berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
1.      Allah adalah Tuhan yang Maha Esa. Tetapi, bukan untuk seluruh alam melainkan untuk Bani IsrÉ’Êl.
2.      Hukum TaurÉt memang diturunkan oleh Allah. Tetapi, bukan untuk seluruh alam, melainkan untuk BanÊ IsrÉ’Êil saja.
3.      Nabi yang “ditunggu-tunggu” yang kehadirannya dikabarkan oleh nabi MËsÉ benar akan datang. Tetapi, dari kalangan BanÊ IsrÉ’Êl bukan dari tengah-tengah BanÊ IsmÉÑÊl.
Kemudian, Ezra menulis TaurÉt berdasarkan prinsip di atas kemudian ditampakkan kepada mereka dan mereka pun mengakui dan menganut isi dan kandungannya. Kemudian BanÊ IsrÉ’Êl kembali dari Babilonia dengan membawa TaurÉt yang ditulis Ezra. Dan ketika kaum Ibrani tinggal di kota mereka dan orang-orang SÉmiriyyah juga berada di tempat tinggal mereka terjadi permusuhan sengit antara mereka karena ternyata TaurÉt Ibrani berbeda dengan TaurÉt al-SÉmiriyyah.
Orang-orang Ibrani mengklaim bahwa TaurÉt mereka yang “benar”, maka mereka berada dalam kebenaran. Sebaliknya, kaum SÉmiriyyah menuduh kaum Ibrani telah mengubah, menambah, dan mengurangi kitab Allah. Dan perdebatan ini terus terjadi sampai ke zaman Yesus Kristus.[61]        
2.    Bentuk nabi Ódam
Ibn ×azm juga mengkritik ayat TaurÉt yang memberitakan bentuk penciptaan Ódam. Dimana menurut TaurÉt, Ódam diciptakan “mirip” Allah. Jelasnya, ayat mengenai ini berbunyi demikian:
“Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”[62]
Menurut Ibn ×azm, seandainya ayat itu berbunyi “seperti bentuk kita”, maka sangat baik dan maknanya sahih. Artinya: kita menisbatkan “bentuk ciptaan” itu kepada Allah, penisbatkan kepemilikan dan penciptaan. Seperti Anda, kata Ibn ×azm, mengatakan, “Ini pekerjaan Allah.” Dan Anda mengatakan tentang “kera”, orang yang baik, dan orang yang baik, ini bentuk Allah. Artinya: hasil bentukan Allah.[63] Namun kata “mirip seperti kita” telah menutup pintu interpretasi (al-ta’wÊlÉt), memotong jalan ke arah pemaknaan lain, dan akhirnya mewajibkan pendapat bahwa Ódam “mirip” Allah.
Jelas sekali bahwa pandangan di atas adalah keliru. Karena kata syabah dan mitsl maknanya sama. Maha Suci Allah dari penyerupaan dan pemiripan.[64] Apalagi jika dilihat lewat kacamata ajaran dan akidah Islam, jelas ayat TaurÉt tersebut tidak benar. Karena Allah tidak ada seorang pun yang setara dengan Allah.[65] Karena konsepsi Tuhan yang “mirip” manusia jelas mencederai kesucian Allah swt.
3.    Ódam: Salah Satu Tuhan
Menurut TaurÉt, Ódam adalah bagian dari oknum Tuhan. Lebih jelasnya, dapat kita lihat dalam Kitab Kejadian 1: 26-27 di bawah ini:
“Allah berfirman: ‘Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata di muka bumi.[66]
Ayat TaurÉt di atas kemudian dikritik oleh Ibn ×azm. Menurutnya, cerita mereka mengenai Allah yang menjelaskan bahwa Ódam telah menjadi “salah seorang” dari kita merupakan musibah yang besar. Karena ayat ini mengesankan bahwa Tuhan itu lebih dari satu. Dan pernyataan ini telah menyeret kaum elit Yahudi kepada keyakinan bahwa yang telah menciptakan Ódam adalah makhluk lain yang diciptakan oleh Allah sebelum Ódam.
Makhluk tersebut kemudian makan buah dari pohon yang dimakan oleh Ódam yang kemudian dapat mengetahui perkara yang baik dan jahat. Kemudian dia makan buah pohon kehidupan, sehingga menjadi salah seorang Tuhan. Sungguh, kata Ibn ×azm, kita berlindung kepada Allah dari “kekufuran yang bodoh” ini. Kita memuji Allah, karena Dia telah menunjuki kita kepada agama yang cemerlang dan jelas. Dan kebenaran ini membuktikan bahwa agama ini berasal dari sisi Allah.[67]
4.    Anak-anak Allah Menikahi Manusia
Salah satu kejanggalan TaurÉt yang menjadi sasaran kritik Ibn ×azm juga adalah: ayat yang menyatakan bahwa anak-anak Allah menjadikan perempuan-perempuan cantik sebagai istrinya. Hal ini dengan gamblang dinyatakan dalam Kitab Kejadian 6: 2
“Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.”
Menurut Ibn ×azm, ayat PL di atas merupakan “kebodohan” (Íamq) dan kedustaan yang besar, karena Allah memiliki anak laki-laki yang menikahi anak-anak perempuan manusia. Jadi, ada perbesanan (muÎÉharah) antara Allah dengan manusia. Bahkan, sebagian pendahulu mereka menyatakan bahwa yang dimaksud bukan “anak-anak Allah” adalah para malaikat. Ini juga pun merupakan kedustaan. Namun derajatnya lebih rendah dari yang pertama.[68]
Masih berkaitan dengan perbuatan anak-anak Tuhan diatas, dalam Kitab Kejadian, Tuhan berfirman
“Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.”[69]
Ayat TaurÉt tersebut, kata Ibn ×azm “dusta” dan merupakan musibah sepanjang zaman. Karena setelah ayat itu disebutkan di tempat lain bahwa:
“11:11 Sem masih hidup lima ratus tahun, setelah ia memperanakkan Arpakhsad, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:12 Setelah Arpakhsad hidup tiga puluh lima tahun, ia memperanakkan Selah. 11:13 Arpakhsad masih hidup empat ratus tiga tahun, setelah ia memperanakkan Selah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:14 Setelah Selah hidup tiga puluh tahun, ia memperanakkan Eber. 11:15 Selah masih hidup empat ratus tiga tahun, setelah ia memperanakkan Eber, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:16 Setelah Eber hidup tiga puluh empat tahun, ia memperanakkan Peleg. 11:17 Eber masih hidup empat ratus tiga puluh tahun, setelah ia memperanakkan Peleg, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:18 Setelah Peleg hidup tiga puluh tahun, ia memperanakkan Rehu. 11:19 Peleg masih hidup dua ratus sembilan tahun, setelah ia memperanakkan Rehu, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:20 Setelah Rehu hidup tiga puluh dua tahun, ia memperanakkan Serug. 11:21 Rehu masih hidup dua ratus tujuh tahun, setelah ia memperanakkan Serug, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:22 Setelah Serug hidup tiga puluh tahun, ia memperanakkan Nahor. 11:23 Serug masih hidup dua ratus tahun, setelah ia memperanakkan Nahor, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:24 Setelah Nahor hidup dua puluh sembilan tahun, ia memperanakkan Terah. 11:25 Nahor masih hidup seratus sembilan belas tahun, setelah ia memperanakkan Terah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 11:26 Setelah Terah hidup tujuh puluh tahun, ia memperanakkan Abram, Nahor dan Haran. 11:27 Inilah keturunan Terah. Terah memperanakkan Abram, Nahor dan Haran, dan Haran memperanakkan Lot. 11:28 Ketika Terah, ayahnya, masih hidup, matilah Haran di negeri kelahirannya, di Ur-Kasdim. 11:29 Abram dan Nahor kedua-duanya kawin; nama isteri Abram ialah Sarai, dan nama isteri Nahor ialah Milka, anak Haran ayah Milka dan Yiska. 11:30 Sarai itu mandul, tidak mempunyai anak. 11:31 Lalu Terah membawa Abram, anaknya, serta cucunya, Lot, yaitu anak Haran, dan Sarai, menantunya, isteri Abram, anaknya; ia berangkat bersama-sama dengan mereka dari Ur-Kasdim untuk pergi ke tanah Kanaan, lalu sampailah mereka ke Haran, dan menetap di sana. 11:32 Umur Terah ada dua ratus lima tahun; lalu ia mati di Haran.”[70]
Ayat-ayat TaurÉt merupakan hal memalukan bagi nalar-nalar yang mau mengikut kebenaran dan keberagamaan (al-tadayyun) yang benar. Ini juga merupkan “rekayasa” yang dilakukan secara terang-terangan.[71] Bagaimanapun, ayat-ayat mengenai umur manusia yang saling bertentangan di atas membuktikan dengan tegas bahwa PL sangat sulit untuk dikatakan valid sebagai Firman Tuhan. Ada semacam distorsi (taÍrÊf) dan interpolasi yang dilakukan secara tidak cerdas dan tak hati-hati. Dan mengenai kebiasaan melakukan taÍrÊf Allah menjelaskan bahwa diantara orang-orang Yahudi ada kelompok yang terbiasa untuk melakukan itu: dengan cara memindahkan isi TaurÉt dari tempat-tempatnya (min al-ladzÊna hÉdË yuÍarrifËn al-kalima ‘an mawÉÌiÑihi).[72]
5.    Kerancuan TaurÉt Mengenai Umur Manusia
Salah satu kerancuan yang dikritik oleh Ibn ×azm dalam PL adalah mengenai umur manusia. Dimana PL memberikan informasi yang ngawur alias plin-plan dalam menjelaskan usia (umur) manusia. Hal ini dapat dilihat dalam Kitab Kejadian 7: 7-14 berikut ini:  
“Masuklah Nuh ke dalam bahtera itu bersama-sama dengan anak-anaknya dan isterinya dan isteri anak-anaknya karena air bah itu. 7:8 Dari binatang yang tidak haram dan yang haram, dari burung-burung dan dari segala yang merayap di muka bumi, 7:9 datanglah sepasang mendapatkan Nuh ke dalam bahtera itu, jantan dan betina, seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh. 7:10 Setelah tujuh hari datanglah air bah meliputi bumi. 7:11 Pada waktu umur Nuh enam ratus tahun, pada bulan yang kedua, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di langit. 7:12 Dan turunlah hujan lebat meliputi bumi empat puluh hari empat puluh malam lamanya. 7:13 Pada hari itu juga masuklah Nuh serta Sem, Ham dan Yafet, anak-anak Nuh, dan isteri Nuh, dan ketiga isteri anak-anaknya bersama-sama dengan dia, ke dalam bahtera itu, 7:14 mereka itu dan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis binatang melata yang merayap di bumi dan segala jenis burung, yakni segala yang berbulu bersayap; 7:15 dari segala yang hidup dan bernyawa datanglah sepasang mendapatkan Nuh ke dalam bahtera itu. 7:16 Dan yang masuk itu adalah jantan dan betina dari segala yang hidup, seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh; lalu TUHAN menutup pintu bahtera itu di belakang Nuh. 7:17 Empat puluh hari lamanya air bah itu meliputi bumi; air itu naik dan mengangkat bahtera itu, sehingga melampung tinggi dari bumi.”
Coba bandingkan Kejadian 7: 12 disebutkan bahwa banjir meliputi bumi selama 40 hari 40 malam. Namun pada Kejadian 7: 24 ternyata 150 hari. Lihat bunyi kitab Kejadian 7: 24 berikut ini:
“Dan berkuasalah air itu di atas bumi seratus lima puluh hari lamanya.”
Manakah yang harus dipercaya dan dibenarkan? Kejadian 7: 12 atau Kejadian 7: 24? Intinya kedua ayat itu bertolak-belakang. Jika demikian, maka dia bukan Firman Tuhan. Jadi, dari sisi historis, ayat TaurÉt di atas tidak dapat dibenarkan.[73] Belum lagi dari sisi logika, benar-benar “tidak logis”. Bagaimana mungkin Allah yang Maha Tahu (‘AlÊm) dan Maha Teliti (BaÎÊr) tidak dapat men-design seluruh peristiwa yang akan terjadi berikut detail-detailnya secara benar dan akurat? Jelas ini merupakan pelecehan terhadap kemahakuasaan dan kemahabesaran Allah? Dalam Islam, ini tidak mungkin terjadi.  
6.    Kerancuan TaurÉt Mengenai Umur Anak-anak NËÍ
Salah satu poin penting mengenai validitas dan otentisitas TaurÉt yang dikritik oleh Ibn ×azm adalah mengenai umur anak-anak nabi NËÍ. Misalnya, disebutkan bahwa “Setelah Nuh berumur lima ratus tahun, ia memperanakkan Sem, Ham dan Yafet.”[74] Kemudian, disebutkan pula bahwa “11:10 Inilah keturunan Sem. Setelah Sem berumur seratus tahun, ia memperanakkan Arpakhsad, dua tahun setelah air bah itu. 11:11 Sem masih hidup lima ratus tahun, setelah ia memperanakkan Arpakhsad, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan.”[75]
Menurut Ibn ×azm ayat-ayat TaurÉt dalam Kitab Kejadian di atas adalah “kebohongan”  dan “kebodohan” yang gelap. Mengapa? Karena jika Nuh ketika melahirkan memperanakkan “Sem” pada usia 500 tahun dan setelah seratus tahun baru terjadi banjir, maka Sem ketika itu usianya adalah “100 tahun”. Dan jika dua tahun terjadi banjir kemudian Sem memperanakkan “Arpakhsad”, berarti usia “Sem” saat itu adalah “102 tahun”. Tetapi dalam teks TaurÉt mereka usianya adalah “100 tahun”. Jelas ini merupakan kedustaan yang nyata. Maha suci Allah dari hal-hal yang tidak benar seperti ini.[76]
7.    Keturunan IbrÉhÊm Menguasai Nil sampai Efrat
Salah satu klaim Yahudi adalah bahwa mereka disebut oleh Allah sebagai “umat atau bangsa pilihan” (Arab: al-syaÑb al-mukhtÉr, Inggris: the choosen people).  Karena demikian, maka Allah benar-benar perhatian kepada mereka, sehingga apapun diberi kepada mereka. Padahal, apa yang diinginkan mereka sebagai “bangsa pilihan” adalah mitos belaka, kata Garaudy.
Menurut bacaan fundamentalis tentang Zionisme Politik mengenai klaim “bangsa pilihan” disebutkan bahwa: “Penduduk dunia dapat dibagi antara Israel dan bangsa lain yang dianggap satu. Israel adalah bangsa yang terpilih: dogma pangkal.” (Rabi Cohen, Le Talmud, (Paris: Payot, 1986), hlm. 104).
Mitos ini adalah kepercayaan, tanpa dasar sejarah apapun, yang menurutnya monoteisme lahir bersamaan dengan Perjanjian Lama. Sebaliknya, dari Bible sendiri, jelas bahwa dua redaktur utamanya, yaitu Yahvis dan Elohis, bukanlah kaum monoteis; mereka hanya memproklamasikan superioritas tuhan Yahudi terhadap tuhan-tuhan lainnya serta kecemburuan-Nya terhadap yang lain (Kitab Keluaran 20: 2-5). Tuhan orang Moab: Kamos dikenal sebagai (Kitab Hakim-Hakim 11: 24 dan Raja-Raja 27) “tuhan-tuhan yang lain” (I Samuel 17: 19).[77]
Berkaitan dengan klaim “bangsa pilihan” tersebut, kaum Yahudi mengklaim bahwa Tuhan menganugerahkan kepada mereka “sungai Nil yang ada di Mesir hingga sungai Efrat yang berada dekat dari Bait al-Maqdis” merupakan hadiah khusus dari Tuhan untuk mereka. Klaim mereka ini didasarkan kepada satu ayat TaurÉt yang berbunyi sebagai berikut:
“Pada hari itulah TUHAN mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman: “Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat.”[78]
Kata Jendral Moshe Dayan dalam Jerusalem Post (10 Agustus 1967), “Jika Anda memiliki Bible dan jika kita menganggap diri kita sebagai bangsa Bible, kita seharusnya memiliki semua tanah Bible.”
Itu sebabnya, pada tanggal 25 Februari 1994, Doktor Baruch Goldstein membantai orang-orang Arab yang sedang bersembahyang di atas Makam Para Wali. Dan pada tanggal 4 November 1995, Ygl Amir membunuh Ytzhak Rabin “atas perintah Tuhan” dan kelompoknya yang bernama “Ksatria Israel” akan mengeksekusi siapa saja yang menyerahkan “tanah yang dijanjikan, Judea dan Samaria” (Yordania sekarang) kepada orang Arab.[79] Dan aksi “brutalisme” zionisme ini sepertinya akan terus berlangsung dan sulit dihentikan. Karena, seperti kata Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif, “dunia Arab benar-benar lumpuh”.[80]
Memang, sejak awal Israel terus-menerus meneror orang Arab, khususnya penduduk Palestina di dalam negara Palestina. Negeri mereka sendiri. Karena bangsa Yahudi itu mengklaim bahwa sejak dari Nil sampai Efrat harus dikuasai, karena itu merupakan tanah yang dijanjikan (the promised land). Untuk mencapai itu semua, mereka (sampai hari ini) menggunakan kekerasan, perang. Dan itu bagi mereka legal, meskipun the promised land hanyalah “mitos”. Namun perang berbicara lain. Seperti kata Sallust (86 SM-34 M),
“Memulai perang selalu mudah, namun sangat sulit untuk mengakhirinya, karena dimulai dan diakhiri di bawah kendali orang yang berbeda. Siapa saja, pengecut sekalipun, dapat memulai perang, namun hanya bisa diakhiri atas seizing pemenangnya.”[81]
Padahal, kata Ibn ×azm klaim the promised land tersebut merupakan kebohongan dan tak popula, bahkan tak berdasar. Karena Allah tidak memberi perhatian special kepada Bani Israil. Padahal, mereka tidak memiliki sungai Nil, satu jengkal pun mereka tidak pernah menguasainya. Walaupun dalam waktu sepuluh hari. Padahal, daerah-daerah yang memanjang sejak dari ×aÌÉr, Rafah, Gaza, ‘AsqalÉn dan Jibal SyarÉt terus-menerus memerangi mereka sejak mereka mendirikan negara.
Jadi, yang terjadi mereka malah menelan dua pil pahit sekaligus: tidak menguasai tanah yang diklaimnya dan, sebaliknya, mereka malah diperangi oleh daerah-daerah yang mengitarinya sampai negera mereka jatuh. Eufrat juga tidak mereka kuasai, meskipun sepuluh hari. Bahkan, mereka tidak pernah sedikitpun mendekati dua negeri QunsurÊn dan ×imÎ (Homs). Selain itu, penduduk Damaskus, ØËr, dan ØaydÉ terus memerangi mereka. Bahkan, penduduk negeri-negeri tersebut masih terus menghinakan dan menyusahkan mereka semenjak negeri mereka ada. Jadi tidak mungkin bagi Allah untuk mengingkari janji-Nya, meskipun satu menit, untuk memberikan air-Nya, konon lagi (air itu sejak dari Mesir sampai Efrat) memberikannya kepada mereka dalam jarak 90 farsakh[82] di Utara (jarak yang sama) di Selatan.
Kemudian, Bani Israil sebenarnya tidak memiliki “sungai besar”. Yang mereka miliki hanya sungai Yordan, sungai kecil. Bukan sungai besar. Jaraknya dari danau Yordan hingga danau Muntanah jaraknya hanya 60 mil.[83] Dari sana kemudian dapat dipastikan bahwa klaim Bani Israil adalah batil, tidak benar. Orang-orang yang dijanjikan mewarisi daerah itu ternyata dijanjikan untuk “disiksa” di negeri lain. Allah telah memuliakan mereka Bani IsmÉÑÊl  dan menjaga mereka. Itu sebabnya mereka menganggap bahwa cerita di atas adalah dusta. Itu semua bukan Firman Allah dan bukan sabda seorang nabi, melainkan bentuk distorsi dari seorang pendusta yang bodoh. Seperti keledai dungu, atau yang bermain-main dengan agama, atau orang yang keyakinannya rusak. Kita berlindung kepada Allah dari kehinaan seperti itu.[84]  
Apa yang mereka klaim adalah rekayasa yang hanya ingin menaklukkan bangsa-bangsa lain, khususnya Palestina. Karena itu, Nyonya Françoise Smyth-Florentin telah melakukan kajian yang ketat atas “mitos janji” dalam buku Les Mythes Illegitimes: Essai ur la “Terre Promise” (Mitos-Mitos yang Tidak Sah: Esai tentang “Tanah yang Dijanjikan” (Jenewa: Labor et Fides, 1994). Dan menurut Albert de Pury, apa yang dilakukan oleh bangsa Yahudi adalah upaya untuk melegitimasi post aventum penaklukan Israel atas Palestina, atau lebih konkret lagi melanjutkan kedaulatan Israel di bawah kekuasaan David[85], meskipun dengan cara-cara yang tidak beretika. Ringkasnya, kata Dr. Adian Husaini, Israel adalah “sang teroris pragmatis”, yang hanya mau menang sendiri.[86]

Al-KhÉtimah
Agama Yahudi dalam pandangan Ibn ×azm bukan bangsa yang baik. Dari sisi sejarah, mereka banyak bermasalah. Dari sisi teologis, mereka adalah para pengubah TaurÉt. Dari sudut sosial, mereka adalah bangsa “ekslusif”, karena mengklaim sebagai bangsa pilihan Tuhan (the choosen people). Padahal seluruh klaim tersebut tidaklah benar. Hanya rekayasa, untuk melegitimasi usaha dan upaya mereka dalam merusak tatanan kehidupan. Maka, bagi mereka, tidak penting apakah usaha mereka harus merusak kitab suci Tuhan (TaurÉt), membuat mitos-mitos, bahkan melakukan aksi brutalisme yang sekarang dikembangkan oleh Zionisme. Maka sangat wajar jika Allah murka, yang secara ringkas disebutkan oleh Allah sejak pembukaan Al-Qur’an sebagai bangsa yang al-magÌËb ‘alayhim. Sudah saatnya kita pun membaca bangsa Yahudi berikut ajaran-ajaran dan keyakinan mereka secara “kritis”, seperti yang telah dilakukan oleh Ibn ×azm al-AndalusÊ. FaÑtabirË yÉ ‘uli al-albÉb!
Daftar Pustaka

Al-AÑÐamÊ, Prof. Dr. MuÍammad MuÎÏafÉ, The History of the Qur’Énic Text from Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testaments, Edisi Indonesia, Sejarah Teks Al-Qur’Én dari Wahyu sampai Kompilasi: Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Terj. Dr. Sohirin Solihin, Dr. Anis Malik Thoha, Dr. Ugi Suharto, dan Lili Yulyadi, M.Sc. (Jakarta: Gema Insani Press, 2006).
Al-MuÎÏÉwÊ ÑAbd al-RaÍmÉn, DÊwÉn al-ImÉm al-SyÉfiÑÊ (Beirut-Lebanon: DÉr al-MaÑrifah, cet. III, 1426 H/2005 M). 
Al-SyarqÉwÊ, MuÍammad ÑAbd AllÉh, FÊ MuqÉranat al-AdyÉn: DirÉsÉt wa BuÍËts (Beirut: DÉr al-JÊl/Cairo: Maktabah al-ZahrÉ’, cet. II, 1410 H/1990 M).
al-ÙaÍÍÉn, Dr. MaÍmËd, TaysÊr MuÎÏalaÍ al-×adÊts (al-RiyÉÌ: Maktabah al-MaÑÉrif li al-Nasyr wa al-TawzÊÑ, 1417 H/1996 M). 
‘Abd al-BÉqÊ, MuÍammad Fu’Éd, al-MuÑjam al-Mufahras li AlfÉÐ al-Qur’Én al-KarÊm (Cairo: DÉr al-×adÊts, 1428 H/2007 M).
ÑAbd al-SalÉm ÙawÊlah ÑAbd al-WahhÉb, TawrÉt al-YahËd wa al-ImÉm Ibn ×azm al-AndalusÊ (Damascus: DÉr al-Qalam, 1423 H/2003 M). 
Adian Husaini, Dr., Mau Menang Sendiri: Israel Sang Teroris yang Pragmatis? (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002).
‘AlÊ ×imÉyah, Dr. MaÍmËd, Ibn ×azm wa Manhajuhu fÊ DirÉsat al-AdyÉn (Cairo: DÉr al-MaÑÉrif, 1983).
AbË Zahrah, Syekh MuÍammad, Ibn ×azm: ×ayÉtuhu wa ÑAÎruhu-ÓrÉ’uhu wa Fiqhuhu (Cairo: DÉr al-Fikr al-ÑArabÊ, 1373 H/1954 M).
C. Hudson, Christopher, Smith, Carol, Weidemann, Valerie, Buku Pintar Alkitab, Terj. Michael Wong (Jakarta: PT Bethlehem Publisher, 2008).
Deedat, Ahmed, The Choice: Dialog Islam-Kristen, Terj. Dr. Setiawan Budi Utomo (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008). 
Dr. ×Émid ÙÉhir, “Manhaj al-Naqd al-TÉrÊkhÊ Ñinda Ibn ×azm: NamËdzaj min Naqd TawrÉt al-YahËd” (), hlm. 605.
Dzulhadi, Qosim Nursheha, “Pandangan Islam terhadap TaurÉt dan InjÊl: Kajian Kritis”, dalam Kalimah, Vol 9, No. 2, 2011.
_______, “Studi Perjanjian Lama: Kajian Kritis atas Teks, Sanad, dan Kandungan”, dalam Al-‘Ibrah, Vol. 4, No. 1, 2007.
Garaudy, Roger, Mitos dan Politik Israel, Terj. Maulida Khiatudin (Jakarta: Gema Insani Press, 1421 H/2000 M).
Ibn AÍmad BÉyaÍyÉ, DalÉl binti MuÍammad, ÓrÉ’ al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr, 2 Jilid (Makkah al-Mukarramah: Fakultas Ushuluddin, 1424 H). 
Ibn ×azm, ÑAlÊ ibn AÍmad ibn SaÑÊd ibn ×azm ibn GhÉlib ibn ØÉliÍ ibn SufyÉn ibn YazÊd, al-FaÎl fÊ al-Milal wa al-AhwÉ’ wa al-NiÍal, 4 Jilid, TaÍqÊq: Dr. MuÍammad IbrÉhÊm NaÎr dan Dr. ÑAbd al-RaÍmÉn ÑUmayrah, Jilid 1 (Beirut: DÉr al-Jayl, cet. II, 1416 H/1996 M). 
________, Ùawq al-×amÉmah fÊ al-Ulfah wa al-AllÉf (Damascus: Maktabah ÑArafah, 1349 H).
________, al-Radd ‘alÉ Ibn al-Nughraylah al-YahËdÊ wa RasÉ’il UkhrÉ, taÍqÊq: Dr. IÍsÉn ‘AbbÉs (Cairo: Maktabah DÉr al-‘ArËbah, 1380 H/1960 M).
IÍsÉn ÑAbbÉs, Dr., “Muqaddimah al-TaÍqÊq”, dalam Ibn ×azm, al-Radd ‘alÉ Ibn al-Nughraylah al-YahËdÊ wa RasÉ’il UkhrÉ, taÍqÊq: Dr. IÍsÉn ÑAbbÉs (Cairo: Maktabah DÉr al-ÑArËbah, 1380 H/1960 M).
IbrÉhÊm, Dr. ZakariyyÉ, Ibn ×azm al-AndalusÊ (Mesir: al-DÉr al-MiÎriyyah li al-Ta’lÊf wa al-Tarjamah, 1977 M).
IsÍÉq al-ØËrÊ, Pendeta AbË al-×assan (Translator), al-TawrÉt al-SÉmiriyyah, ‘The Samaritain Torah: The Complete Text of the Samaritain Torah in Arabic’ (Mesir: DÉr al-AnÎÉr, 1398 H/1978 M).
IsmÉÑÊl YËsuf, IsmÉÑÊl MuÎÏafÉ, Ibn ×azm al-AndalusÊ: ×ayÉtuhu-Falsafatuhu (thesis magister di Universitas Islam Imam MuÍammad ibn SaÑËd, 1397 H).
MujammaÑ al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-MuÑjam al-WasÊÏ (Cairo: Maktabah al-SyurËq al-Dawliyyah, 1425 H/2004 M).
Palencia, Ángel Gonzáles, TÉrÊkh al-Fikr al-AndalusÊ, di-Arab-kan oleh Dr. ×usayn Mu’nis (Mesir: Maktabah al-TsaqÉfah al-DÊniyyah, 1955).
Rostiyani, Yeyen, Inside Gaza: Genosida Israel di Gaza dan Palestina (Jakarta Selatan: KinzaBooks, 2009).
Sirsaeba, Anif (penyadur) Di Bawah Naungan Cinta: Bagaimana Membangun Puji-puji Cinta untuk Mengukuhkan Jiwa (Pesantren Basmala & Republika, cet. VII, 2007 M).
Syafi’i Ma’arif, Prof. Dr. Ahmad, “Brutalisme Zionisme dan Dunia Arab yang Lumpuh”, dalam Resonansi HU Republika, 6 Januari 2008.
Syalabi, Prof. Dr. Ahmad, Agama Yahudi, Terj. Syamsuddin Manaf (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990).   
Toto Tasmara, KH., Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi? (Depok: Sinergi [Kelompok Gema Insani], cet. I, 1431 H/2010 M).
‘Uways, Dr. ‘Abd al-×alÊm, Ibn ×azm al-AndalusÊ wa JuhËduhu fÊ al-BaÍts al-TÉrÊkhÊ wa al-×aÌÉrÊ (Cairo: al- ZahrÉ’ li al-IÑlÉm al-‘ArabÊ , 1409 H/1988 M).

Alkitab:
          Alkitab (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2008).
                Alkitab (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2002).
                Alkitab (Djakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1965).

Jurnal:
          Kalimah, Vol. 9, No. 2, September 2011.
                Al-‘Ibrah, Vol. 4, No. 1, Juni 2007.


[1] Syekh MuÍammad AbË Zahrah, Ibn ×azm: ×ayÉtuhu wa ÑAÎruhu-ÓrÉ’uhu wa Fiqhuhu (Cairo: DÉr al-Fikr al-ÑArabÊ, 1373 H/1954 M), hlm. 60. Selanjutnya, buku ini akan ditulis Ibn ×azm.
[2] Lihat, Ángel Gonzáles Palencia, TÉrÊkh al-Fikr al-AndalusÊ, di-Arab-kan oleh Dr. ×usayn Mu’nis (Mesir: Maktabah al-TsaqÉfah al-DÊniyyah, 1955), hlm. 74. Aslinya, buku ini berbahasa Spanyol dengan judul Historia de la Literatura Arábig-Española (Collección Labor no. 164-165) 2a. Madrid 1945. Dan menurut penerjemahnya, pada cetakan 1945 banyak menyingkat isi bukunya yang ternyata yang dihilangkannya itu mengandung maknanya sendiri, yang pada cetakan pertama tahun 1928. Maka, apa yang diringkas oleh penulisnya dilengkapi kembali oleh penerjemah.
[3] Dr. ×Émid ÙÉhir, “Manhaj al-Naqd al-TÉrÊkhÊ Ñinda Ibn ×azm: NamËdzaj min Naqd TawrÉt al-YahËd” (), hlm. 605.
[4] Perlu dicatat bahwa ilmu perbandingan agama digagas oleh para sarjana Muslim, bukan sarjana barat. Karena studi terhadap aliran kepercayaan (al-milal), agama (al-adyÉn), keyakinan (al-niÍal), dan mazhab (al-madzÉhib) secara historis, analitis, dan komparatif terdapat dalam jantung peradaban dan khazanah klasik Islam (al-turÉts al-islÉmÊ). Maka, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ‘bapak yang sah’ dari ranah ilmu ini terdapat dalam peradaban Islam dan khazanah klasiknya yang abadi dan kaya. Lihat, MuÍammad ÑAbd AllÉh al-SyarqÉwÊ, FÊ MuqÉranat al-AdyÉn: DirÉsÉt wa BuÍËts (Beirut: DÉr al-JÊl/Cairo: Maktabah al-ZahrÉ’, cet. II, 1410 H/1990 M), hlm. 5.
[5] Penggunaan kata “TaurÉt” di sini bukan dalam arti membenarkan isi dan kandungannya. Namun lebih kepada penyebutan, dimana kitab suci yang pernah turun kepada nabi MËsÉ TaurÉt. Karena umat Islam meyakini, TaurÉt yang benar (valid dan otentik) tidak ada lagi. 
[6] Ibid., hlm. 21. 
[7] Ibn ×azm, al-FaÎl fÊ al-Milal wa al-AhwÉ’ wa al-NiÍal, 4 Jilid, TaÍqÊq: Dr. MuÍammad IbrÉhÊm NaÎr dan Dr. ÑAbd al-RaÍmÉn ÑUmayrah (Beirut: DÉr al-Jayl, cet. II, 1416 H/1996 M), 1: 3. 
[8] Ibn ×azm, Ùawq al-×amÉmah fÊ al-Ulfah wa al-AllÉf (Damascus: Maktabah ÑArafah, 1349 H), hlm. 5 (dalam pengantar Prof. D. K. Betrof).
[9] Beliau memiliki satu buku yang sangat baik, ÙabaqÉt al-Umam.
[10] Syekh MuÍammad AbË Zahrah, Ibn ×azm, hlm. 21.
[11] Dilahirkan di Cordova, tepatnya tanggal 1 November 994 M. Lihat, ÑAbd al-WahhÉb ÑAbd al-SalÉm ÙawÊlah, TawrÉt al-YahËd wa al-ImÉm Ibn ×azm al-AndalusÊ (Damascus: DÉr al-Qalam, 1423 H/2003 M), hlm. 9. Seterusnya, buku ini akan ditulis TawrÉt al-YahËd. 
[12] Lihat, Dr. ‘Abd al-×alÊm ‘Uways, Ibn ×azm al-AndalusÊ wa JuhËduhu fÊ al-BaÍts al-TÉrÊkhÊ wa al-×aÌÉrÊ (Cairo: al-ZahrÉ’ li al-IÑlÉm al-‘ArabÊ , 1409 H/1988 M), hlm. 51. Seterusnya, buku ini akan ditulis Ibn ×azm al-AndalusÊ wa JuhËduhu.
[13] Ibn ×azm, al-FaÎl…, 1: 4.
[14] Karena, seperti kata Imam MuÍammad IdrÊs al-SyÉfiÑÊ (150-204 H/767-820 M) ilmu itu adalah “cahaya”. Dan cahaya Allah ini tidak akan diberikan kepada siapa saja yang melakukan maksiat. Lihat, ÑAbd al-RaÍmÉn al-MuÎÏÉwÊ, DÊwÉn al-ImÉm al-SyÉfiÑÊ (Beirut-Lebanon: DÉr al-MaÑrifah, cet. III, 1426 H/2005 M), hlm. 70. 
[15] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm…, hlm. 25.
[16] ÙawÊlah, TawrÉt al-YahËd…, hlm. 9-10.
[17] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm…, hlm. 25. 
[18] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm, hlm. 27.
[19] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm, hlm. 28.
[20] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm, hlm. 29.
[21] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm, hlm. 29.
[22] Lihat biografi ringkasnya KH. Toto Tasmara, Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi? (Depok: Sinergi [Kelompok Gema Insani], cet. I, 1431 H/2010 M), hlm. 45-52.
[23] Lihat biografi singkat tentangnya dalam KH. Toto Tasmara, Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi?, hlm. 57-62.
[24] Lihat, DalÉl binti MuÍammad ibn AÍmad BÉyaÍyÉ, ÓrÉ’ al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr, 2 Jilid (Makkah al-Mukarramah: Fakultas Ushuluddin, 1424 H), 1: 11-13. Karya ini adalah thesis magister yang diajukan oleh penulisnya kepada fakultas Dakwah dan UshËluddÊn, Universitas Umm al-QurÉ. 
[25] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm, hlm. 29.
[26] Beliau adalah: seorang imam dan seorang muÍaddits, terpercaya (tsiqah), dan sastrawan (adÊb). Nama lengkapnya AbË ÑUmar AÍmad ibn MuÍammad ibn AÍmad ibn SaÑÊd ibn al-×ubÉb al-UmawÊ. Beliau wafat pada bulan DzulqaÑdah tahun 401 H dalam usianya 80 tahun lebih.
[27] DalÉl, ÓrÉ al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr, hlm. 17.
[28] Buku ini telah disadur ke dalam bahasa Indonesia oleh Anif Sirsaeba dengan judul Di Bawah Naungan Cinta: Bagaimana Membangun Puji-puji Cinta untuk Mengukuhkan Jiwa (Pesantren Basmala & Republika, cet. VII, 2007 M).  
[29] Seorang al-×ÉfiÐ yang Tsabt (dalam hadits) dan seorang imam panutan. Namanya AbË ÑAbd AllÉh MuÍammad ibn AbÊ NaÎr FutËÍ ibn ÑAbd AllÉh ibn ×umayd al-AzdÊal-AndalusÊ al-MayurqÊ al-ÚÉhirÊ. Beliau salah seorang murid besar Ibn ×azm. Beliau adalah seorang ÑÉlm, faqÊÍ, dan ÑÉrif.
[30] DalÉl, ÓrÉ al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr, 18-19. 
[31] Dari beliau lah Ibn ×azm mengambil pandangan tekstualisnya, hingga beliau menjadi seorang imam yang diakui mumpuni dalam mazhab ÐÉhirÊ ini. 
[32] Imam Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 7-8. 
[33] Lihat, DalÉl, ÓrÉ’ al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr, hlm. 20-23.
[34] Syekh AbË Zahrah, Ibn ×azm, hlm. 59.
[35] Di-taÍqÊq oleh: Dr. IÍsÉn ÑAbbÉs dan Dr. NÉÎir al-DÊn al-Asad. Di-review oleh Syekh AÍmad MuÍammad SyÉkir. Buku ini diterbitkan oleh DÉr al-MaÑÉrif, Mesir.
[36] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 9-11.
[37] DalÉl,  ÓrÉ al-ImÉm Ibn ×azm al-ÚÉhirÊ fÊ al-TafsÊr, hlm. 27-28.
[38] Al-×ÉfiÐ dalam ilmu hadits merupakan derajat yang amat tinggi. Karena derajatnya lebih tinggi dari muÍaddits. Meskipun menurut mayoritas muÍadditsËn, al-×ÉfiÐ ini satu derajat dengan muÍaddits. Ada juga yang menyatakan bahwa derajatnya lebih tinggi, karena apa yang diketahuinya lebih banyak dari apa yang tidak diketahuinya – dalam hadits. Dan al-×ÉfiÐ ini derajatnya berada di bawah al-×Ékim: yaitu seseorang yang mengetahui seluruh hadits. Sehingga, sangat kecil dan sedikit sekali dari hadits, menurut pendapat sebagian ulama’. Lihat, Dr. MaÍmËd al-ÙaÍÍÉn, TaysÊr MuÎÏalaÍ al-×adÊts (al-RiyÉÌ: Maktabah al-MaÑÉrif li al-Nasyr wa al-TawzÊÑ, 1417 H/1996 M), hlm. 17. 
[39] Lihat, Dr. ZakariyyÉ IbrÉhÊm, Ibn ×azm al-AndalusÊ (Mesir: al-DÉr al-MiÎriyyah li al-Ta’lÊf wa al-Tarjamah, 1977 M), hlm. 130.
[40] Yaitu, dalam ayat yang berbunyi, “Janganlah kalian mendebat kaum Ahli Kitab kecuali dengan cara yang baik. Kecuali, orang-orang yang zalim diantara mereka.” (Qs. al-‘AnkabËt (29): 46). Ibn ×azm juga mengakui bahwa ada dialektika yang tidak baik, yaitu: berdebat tanpa ilmu atau Íujjah (alasan) yang benar. Atau, berdebat setelah adanya bukti – dari masalah yang diperdebatkan. Kemudian, debat (dialektika) yang dicela (madzmËm), yaitu debat yang membela kebatilan. Lihat, IsmÉÑÊl MuÎÏafÉ IsmÉÑÊl YËsuf, Ibn ×azm al-AndalusÊ: ×ayÉtuhu-Falsafatuhu (thesis magister di Universitas Islam Imam MuÍammad ibn SaÑËd, 1397 H), hlm. 96.
[41] Sejatinya, yang dikritik oleh Ibn ×azm dalam bukunya al-Radd ‘alÉ Ibn al-Nughraylah al-YahËdÊ bukan IsmÉÑÊl ibn al-Nughraylah, melainkan anaknya, YËsuf ibn al-Nughraylah. Lebih detail, lihat Dr. IÍsÉn ÑAbbÉs, “Muqaddimah al-TaÍqÊq”, dalam Ibn ×azm, al-Radd ‘alÉ Ibn al-Nughraylah al-YahËdÊ wa RasÉ’il UkhrÉ, taÍqÊq: Dr. IÍsÉn ÑAbbÉs (Cairo: Maktabah DÉr al-ÑArËbah, 1380 H/1960 M), hlm. 7-18.

[42] Lihat, Dr. MaÍmËd ‘AlÊ ×imÉyah, Ibn ×azm wa Manhajuhu fÊ DirÉsat al-AdyÉn (Cairo: DÉr al-MaÑÉrif, 1983), hlm. 243-244.
[43] Dan hemat penulis, pandangan ini amat baik. Meskipun bertentangan dengan keyakinan umat Islam bahwa Rasulullah adalah “rasul dan nabi” Allah yang diutus kepada seluruh manusia sebagai “rahmat” bagi mereka. Bahkan, bukan hanya manusia, Rasulullah pun “rasul dan nabi” kepada golongan jin. Hal ini, misalnya, dapat dikuatkan dengan firman Allah dalam Qs. al-AnbiyÉ’ (21): 107. Lihat pula, Qs. al-RaÍmÉn (55): 31, dan bandingkan dengan Qs. al-Jinn (72): 1-4. 
[44] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 178-179.
[45] Lihat, ÑAbd al-WahhÉb ÑAbd al-SalÉm ÙawÊlah, TaurÉt al-Yah Ëd wa al-ImÉm Ibn ×azm al-AndalusÊ (Damascus: DÉr al-Qalam, 1425 H/2004 M), hlm. 32.
[46] Prof. Dr. Ahmad Syalabi, Agama Yahudi, Terj. Syamsuddin Manaf (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), hlm. 231.
[47] Christopher D. Hudson, Carol Smith, Valerie Weidemann, Buku Pintar Alkitab, Terj. Michael Wong (Jakarta: PT Bethlehem Publisher, 2008), hlm. 2. 
[48] Lihat pernyataan Paulus, “Memang suatu hukum yang dikeluarkan dahulu dibatalkan, kalau hukum itu tidak mempunyai kekuatan dan karena itu tidak berguna – sebab hukum Taurat sama sekali tidak membawa kesempurnaan – tetapi sekarang ditimbulkan pengharapan yang lebih baik, yang mendekatkan kita kepada Allah.” (Ibrani 7: 18-19).
[49] Dikutip oleh Al-AÑÐamÊ dari Helmut Koester, “What Is – And is Not – Inspired”, Bible Review, vol. xi, no. 5, Oktober 1994, hlm. 18.
[50] Dikutip oleh Al-AÑÐamÊ dari P.W. Comfort, Early Manuscript & Modern Translations of the New Testament (Baker Books, 1990), hlm. 3.
[51] Ibid., hlm. 6.
[52] Helmut Koester, “What Is – And is Not – Inspired”, Bible Review, vol. xi, no. 5, Oktober 1994, hlm. 18, 48. Lihat, Prof. Dr. MuÍammad MuÎÏafÉ Al-AÑÐamÊ, The History of the Qur’Énic Text from Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testaments, Edisi Indonesia, Sejarah Teks Al-Qur’Én dari Wahyu sampai Kompilasi: Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Terj. Dr. Sohirin Solihin, Dr. Anis Malik Thoha, Dr. Ugi Suharto, dan Lili Yulyadi, M.Sc. (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hlm. 313-314.
[53] Ahmed Deedat, The Choice: Dialog Islam-Kristen, Terj. Dr. Setiawan Budi Utomo (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm. 316.
[54] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 287.
[55] Lihat, Hakim-Hakim 4: 1-3.
[56] Lihat, Hakim-Hakim 7: 25.
[57] Lihat, Hakim-Hakim 10: 1-18.
[58] Lihat, Hakim-Hakim 13: 1-3.
[59] Lihat, Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 287-291. 
[60] Ibid., 1: 202.
[61] Pendeta AbË al-×assan IsÍÉq al-ØËrÊ (Translator), al-TawrÉt al-SÉmiriyyah, ‘The Samaritain Torah: The Complete Text of the Samaritain Torah in Arabic’ (Mesir: DÉr al-AnÎÉr, 1398 H/1978 M), hlm. 6-7 [dalam pengantar editor]. Buku ini diedit dan disebarkan oleh Dr. AÍmad ×ijÉzÊ al-SaqÉ.
[62] Kejadian 1: 26-27.
[63] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 202.
[64] Ibid., 1: 203.
[65] Qs. al-IkhlÉÎ (112): 1-4. Lihat juga, Qs. al-SyËrÉ (42): 11. Dalam Qs. 42: 11 ini, Allah berfirman dengan sangat jelas, “…tidak ada sesuatu pun yang seperti-Nya…”
[66] Kitab Kejadian 1: 26. 
[67] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 206.
[68] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 209.
[69] Kitab Kejadian 6: 3.
[70] Kitab Kejadian 11: 11-32. Lihat juga, Kitab Kejadian 25: 2-8; 35: 29; dan 47: 29. Ayat-ayat ini, sekali lagi, membuktikan bahwa PL sangat jauh untuk disebut sebagai “Firman Tuhan”. Ia lebih layak disebut sebagai catatan sejarawan yang tidak akurat dan tidak teliti dalam melakukan “sensus” atau “investigasi” fakta-fakta sejarah mengenai usia manusia.
[71] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 209-210.
[72] Qs. al-NisÉ’ (4): 46.
[73] Lebih lanjut, lihat Qosim Nursheha Dzulhadi, “Pandangan Islam terhadap TaurÉt dan InjÊl: Kajian Kritis”, dalam Kalimah, Vol 9, No. 2, 2011, hlm. 4-5. Lihat juga, Qosim Nursheha Dzulhadi, “Studi Perjanjian Lama: Kajian Kritis atas Teks, Sanad, dan Kandungan”, dalam Al-‘Ibrah, Vol. 4, No. 1, 2007, hlm. 98-116.
[74] Kitab Kejadian 5: 32.
[75] Kitab Kejadian 11: 10-11.
[76] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 212.
[77] Roger Garaudy, Mitos dan Politik Israel, Terj. Maulida Khiatudin (Jakarta: Gema Insani Press, 1421 H/2000 M), 19.
[78] Kitab Kejadian 15: 18. Di dalam Bible, sungai Nil sampai sungai Efrat adalah tanah orang-orang: Keni, orang Kenas, orang Kadmon, orang Het, orang Feris, orang Refaim, orang Amori, orang Kanaan, orang Girgasi dan orang Yebus itu.” Lihat, Kitab Kejadian 15: 19-21.
[79] Roger Garaudy, Mitos dan Politik Israel, hlm. 11.
[80] Prof. Dr. Ahmad Syafi’I Ma’arif, “Brutalisme Zionisme dan Dunia Arab yang Lumpuh”, dalam Resonansi HU Republika, 6 Januari 2008.
[81] Yeyen Rostiyani, Inside Gaza: Genosida Israel di Gaza dan Palestina (Jakarta Selatan: KinzaBooks, 2009), hlm. 21.
[82] Satu farsakh itu sama dengan 3 mil. Lihat, MujammaÑ al-Lughah al-‘Arabiyyah, al-MuÑjam al-WasÊÏ (Cairo: Maktabah al-SyurËq al-Dawliyyah, 1425 H/2004 M), hlm. 681.
[83] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 217-218.
[84] Ibn ×azm, al-FaÎl, 1: 218.
[85] Roger Garaudy, Mitos dan Politik Israel, hlm. 13.
[86] Lihat lebih luas, Dr. Adian Husaini, Mau Menang Sendiri: Israel Sang Teroris yang Pragmatis? (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002). Buku aslinya adalah tesis penulisnya – ketika menyelesaikan program Magister Hubungan Internasional – dan berjudul Pragmatisme Politik Luar Negeri Israel: Studi Kasus atas Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Camp David II 11-25 Juli 2000.

 

<<Kembali ke posting terbaru

2 Comments:

At 4:02 PM, Blogger Muhamad Dani said...

Ass. Wr. Wb
Sebuah tulisan yang menarik bang,
barangkali abang punya tulisan tentang pemikiran2 pendidikan Ibnu hazm tolong di email ke alamat mdanisuherman@gmail.com
terimakasih

 
At 4:03 PM, Blogger Muhamad Dani said...

Ass. Wr. Wb
Sebuah tulisan yang menarik bang,
barangkali abang punya tulisan tentang pemikiran2 pendidikan Ibnu hazm tolong di email ke alamat mdanisuherman@gmail.com
terimakasih

 

Posting Komentar

<<Kembali ke posting terbaru

"BERPIKIRLAH SEJAK ANDA BANGUN TIDUR" (Harun Yahya)